JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusutan kasus pengubahan substansi Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) akhirnya rampung.
MKMK bekerja secara maraton sejak 9 Februari sampai 14 Maret 2023.
Sedikitnya, 15 orang dipanggil untuk dimintai keterangan, termasuk para hakim konstitusi dan sejumlah ahli.
Dari pemeriksaan itu, MKMK menyatakan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah melanggar etik.
"Hakim terduga terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, dalam hal ini bagian dari penerapan prinsip Integritas," kata Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna dalam sidang pembacaan putusan, Senin (20/3/2023).
Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 mengenal 3 tingkatan sanksi bagi hakim konstitusi pelanggar etik, yakni sanksi teguran lisan, teguran tertulis, dan pemberhentian dengan tidak hormat.
Guntur, sebagai hakim yang terbukti melanggar etik, dikenai sanksi teguran tertulis.
"Menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim terduga," kata dia.
MKMK menegaskan bahwa Guntur terbukti dan mengakui bahwa dirinyalah yang mengusulkan perubahan frasa "dengan demikian" menjadi "ke depan" dalam putusan itu.
Pengusulan ini dilakukan Guntur kepada panitera, Muhidin, melalui coretan tinta, beberapa menit sebelum frasa tersebut dibacakan oleh hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan.
MKMK menegaskan bahwa apa yang dilakukan Guntur merupakan kelaziman di MK karena belum adanya prosedur baku terkait usulan pengubahan semacam itu.
Namun, usulan perubahan frasa dari "dengan demikian" menjadi "ke depan" yang dilakukan Guntur dianggap fatal.
"Menyebabkan hilangnya koherensi pertimbangan hukum dalam menegaskan kembali esensi pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 96/PUU-XVIII/2020," kata Palguna.
Baca juga: Hakim Guntur Hamzah Disanksi, MKMK Sebut Perubahan Substansi Putusan Wajar
MKMK juga menepis adanya isu persekongkolan di balik tindakan Guntur.
Palguna cs menilai bahwa yang terjadi adalah "perbedaan cara penyusunan risalah, antara penyusunan risalah persidangan biasa yang bukan sidang pengucapan putusan dan cara penyusunan risalah sidang pengucapan putusan".