Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/03/2023, 18:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggugat perkara nomor 103/PUU-XX/2022 di Mahkamah Konstitusi, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, menilai bahwa DPR RI seharusnya malu menyusul putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) hari ini.

Dalam putusan MKMK, hakim konstitusi usulan DPR, Guntur Hamzah, dinyatakan melanggar etik karena mengubah substansi putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022.

MKMK juga menyoroti bahwa kasus pelanggaran etik ini terjadi pada hari pertama Guntur bertugas sebagai hakim konstitusi, yaitu 23 November 2022, menyusul pencopotan sepihak eks hakim konstitusi Aswanto secara inkonstitusional.

Baca juga: MKMK Berikan Teguran Tertulis kepada Guntur Hamzah soal Perubahan Substansi Putusan, Ini Pertimbangannya

Guntur, yang sebelumnya merupakan Sekretaris Jenderal MK, baru dilantik pagi itu, sekitar pukul 09.00 WIB. Sementara itu, hasil pemeriksaan MKMK, tindakan Guntur mengusulkan perubahan substansi putusan dilakukan pada pukul 15.24 WIB ketika sidang pembacaan putusan berlangsung.

"Harusnya yang malu DPR sih kalau buat saya," ujar Zico merespons putusan MKMK pada sore ini, Senin (20/3/2023).

"Karena hakim yang mereka tunjuk untuk menggantikan Pak Aswanto secara inkonstutisional hanya dalam waktu 6 jam setelah dilantik melakukan pelanggaran etik," lanjutnya.

Baca juga: Hakim Konstitusi Guntur Hamzah Terbukti Langgar Etik Ubah Putusan

Persoalan ini juga secara spesifik disorot MKMK dalam putusannya. MKMK menilai, persoalan etik yang menyorot Guntur secara khusus dan MK secara umum, dipicu oleh pencopotan sepihak DPR atas Aswanto yang dianggap kerap menganulir produk undang-undang.

MKMK menegaskan, pencopotan sepihak semacam ini menabrak ketentuan dalam UU MK.

Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 mengenal 3 tingkatan sanksi bagi hakim konstitusi pelanggar etik, yakni sanksi teguran lisan, teguran tertulis, dan pemberhentian dengan tidak hormat. Guntur, sebagai hakim yang terbukti melanggar etik, dikenai sanksi teguran tertulis.

Di sisi lain, Zico berharap agar Presiden RI Joko Widodo membuka pintu agar kasus ini diperiksa secara pidana. Sebelumnya, Zico telah melaporkan 9 hakim konstitusi ke Polda Metro Jaya atas kasus ini.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutus hakim konstitusi Guntur Hamzah melanggar etik karena  mengubah substansi Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 dan menjatuhinya teguran tertulis.KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutus hakim konstitusi Guntur Hamzah melanggar etik karena mengubah substansi Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 dan menjatuhinya teguran tertulis.

Namun, Istana mengeklaim bahwa pengusutan secara pidana belum bisa dilakukan karena pemeriksaan etik oleh MKMK masih berlangsung.

"Seharusnya presiden dengan putusan ini memberi jalan untuk pemeriksaan di polisi berlanjut. Karena kan kalo pemeriksaan di polisi kemarin terhenti karena presiden tidak memberi izin untuk hakim konstitusi diperiksa," kata Zico.

"Ini ada keputusan MKMK, putusannya menyatakan terbukti pelanggaran etik, apakah dari pelanggaran etik ini ada permasalahan pidana?" lanjutnya.

Baca juga: MKMK Periksa Guntur Hamzah dan Daniel Yusmic soal Pengubahan Substansi Putusan

Hal yang memberatkan dan meringankan

MKMK menilai ada beberapa hal yang memberatkan sehingga Guntur dianggap layak disanksi.

Pertama, tindakan Guntur terjadi saat publik belum reda menyoal isu keabsahan pemberhentian Aswanto, dan memunculkan spekulasi upaya untuk menyelamatkan diri walau hal itu tidak didukung bukti kuat.

Kedua, Guntur seharusnya bisa mencegah tindakannya itu karena ia belum jadi hakim saat perkara diputus oleh RPH pada 17 November 2022.

Baca juga: MKMK Putuskan Skandal Sulap Putusan Hari Ini, Hakim Konstitusi Terlibat?

Ketiga, Guntur sebagai hakim anyar yang ikut bersidang seharusnya bertanya soal tahapan perubahan putusan.

Di sisi lain, MKMK menilai ada beberapa hal meringankan bagi Guntur.

Pertama, Guntur dianggap berani bersikap transparan kepada MKMK dan mengakui perbuatannya mencoret serta mengubah frasa dalam putusan itu.

Kedua, MKMK menyoroti bahwa praktik sebagaimana terjadi dalam kasus Guntur sebetulnya merupakan hal lazim sepanjang memperoleh persetujuan para hakim lain dan tidak dilakukan diam-diam.

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah memberikan keterangan pers seusai mengucapkan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/11/2022).YouTube.com/Sekretariat Presiden Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah memberikan keterangan pers seusai mengucapkan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/11/2022).

Ketiga dan keempat, belum terdapat prosedur baku atas kelaziman di atas, dan MK dinilai lamban merespons tindakan Guntur yang sebetulnya sudah mereka ketahui beberapa hari setelahnya.

MKMK berpendapat, jika MK bergerak cepat, persoalan ini tak perlu berlarut-larut, menimbulkan kontroversi, dan bahkan MKMK mungkin tak perlu dibentuk.

"Sesungguhnya telah diketahui oleh beberapa orang Hakim dan telah sejak awal diakui oleh Hakim terduga serta telah pula diberitahukan kepada panitera untuk dibicarakan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam sidang pembacaan putusan.

Baca juga: MKMK Sudah Dapat Gambaran Utuh Skandal Pengubahan Substansi Putusan MK

"Namun RPH dimaksud tidak pernah dilaksanakan dengan alasan yang lebih bersifat teknis psikologis," ujarnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 4 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
TPPO Marak Terjadi, Migrant Care Minta Pemerintah Benahi Masalah Tenaga Kerja di Indonesia

TPPO Marak Terjadi, Migrant Care Minta Pemerintah Benahi Masalah Tenaga Kerja di Indonesia

Nasional
Sandi Ungkap Dirinya Tetap Bersahabat Sangat Baik dengan Anies

Sandi Ungkap Dirinya Tetap Bersahabat Sangat Baik dengan Anies

Nasional
Soal Isu Bocornya Putusan MK Terkait Sistem Pemilu, Ketua Komisi III: Hoaks

Soal Isu Bocornya Putusan MK Terkait Sistem Pemilu, Ketua Komisi III: Hoaks

Nasional
Kisah Hidup Kakek Buyut Ma'ruf Amin, Syekh Nawawi Al Bantani Akan Diangkat Jadi Film

Kisah Hidup Kakek Buyut Ma'ruf Amin, Syekh Nawawi Al Bantani Akan Diangkat Jadi Film

Nasional
LP3HI Bakal Kembali Gugat Bareskrim jika Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Tak Ditindaklanjuti

LP3HI Bakal Kembali Gugat Bareskrim jika Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Tak Ditindaklanjuti

Nasional
Cegah Narkotika Zombi Masuk Indonesia, Gus Imin Minta Pemerintah Ambil Tindakan Ekstrem

Cegah Narkotika Zombi Masuk Indonesia, Gus Imin Minta Pemerintah Ambil Tindakan Ekstrem

Nasional
Audensi dengan KSP, BP3OKP Minta Pemerintah Beri Perhatian ke Masyarakat Terdampak Konflik Keamanan

Audensi dengan KSP, BP3OKP Minta Pemerintah Beri Perhatian ke Masyarakat Terdampak Konflik Keamanan

Nasional
Kasus Gratifikasi dan TPPU, Eks Dirut Jasindo Dituntut 7 Tahun Penjara

Kasus Gratifikasi dan TPPU, Eks Dirut Jasindo Dituntut 7 Tahun Penjara

Nasional
Majelis Hakim MK Segera Rapat Tentukan Putusan Sistem Pemilu

Majelis Hakim MK Segera Rapat Tentukan Putusan Sistem Pemilu

Nasional
Melejitnya Elektabilitas Prabowo dan Perubahan Citra Militer menjadi Humanis

Melejitnya Elektabilitas Prabowo dan Perubahan Citra Militer menjadi Humanis

Nasional
BP3OKP Akui Kesulitan Bantu Lobi KKB soal Pilot Susi Air

BP3OKP Akui Kesulitan Bantu Lobi KKB soal Pilot Susi Air

Nasional
Ingin Deklarasi Cawapres Anies Juni, Demokrat: Kita Bertarung Melawan 'Status Quo'

Ingin Deklarasi Cawapres Anies Juni, Demokrat: Kita Bertarung Melawan "Status Quo"

Nasional
MK Diminta Pertimbangkan Konteks Politik Terkini dalam Putuskan Sistem Pemilu

MK Diminta Pertimbangkan Konteks Politik Terkini dalam Putuskan Sistem Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com