"Untuk menemukan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim, KY akan melakukan pendalaman dulu terhadap putusan tersebut," kata Miko kepada Kompas.com, Jumat (17/3/2023).
Namun untuk putusan tersebut, Miko menegaskan, Komisi Yudisial tidak bisa melakukan penilaian sebab merupakan ranah upaya hukum. "KY tidak bisa menilai hal itu, kecuali ada dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim," papar dia.
Putusan ini pun mengundang kecewa, melukai rasa keadilan, menyebabkan tangis air mata untuk kedua kalinya bagi para korban dan keluarga korban yang telah tiada.
"Tadi sudah beberapa yang telepon ke kami menanyakan perihal ini meminta kejelasannya. Mereka rata-rata sambil menangis kok sampai segini putusannya," kata Koordinator Tim Gabungan Aremania Dyan Berdinari kepada Kompas.com pada hari putusan itu.
Setelah palu diketuk, gelombang kekecewaan tak hanya dirasakan oleh para korban. Kekecewaan itu hadir dari lembaga resmi negara seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga-lembaga pembela HAM lainnya.
Komnas HAM menilai, vonis yang dijatuhkan telah melukai rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Keputusan itu dinilai tak berpihak pada korban, tak memiliki kepekaan terhadap apa yang dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan.
"Komnas HAM sangat menyesalkan vonis ringan dan vonis bebas terhadap beberapa pihak yang diduga sebagai pelaku dalam tragedi Kanjuruhan yang sudah menimbulkan 135 orang meninggal dunia," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah.
Tak hanya Komnas HAM, Amnesty International Indonesia juga turut menumpahkan kekecewaan dalam putusan tragedi Kanjuruhan ini.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, pihak berwenang dinilai gagal memberikan keadilan kepada para korban.
"Kami mendesak pemerintah untuk memastikan akuntabilitas seluruh aparat keamanan yang terlibat dalam Tragedi Kanjuruhan," ucap Usman.
Baca juga: Polisi Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Divonis Bebas karena Gas Air Mata Tertiup Angin
Dia berharap proses hukum yang akuntabel tidak hanya diterapkan pada petugas lapangan, tetapi juga hingga ke tataran komando.
Ini diperlukan untuk memberikan keadilan pada korban dan memutus rantai impunitas para pejabat tinggi yang melanggar hukum.
"Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui peradilan yang adil, imparsial, terbuka dan independen," kata Usman.
Tragedi Kanjuruhan telah menewaskan ratusan penonton pertandingan sepakbola Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya yang digelar pada Sabtu (1/10/2022).
Tragedi bermula setelah laga bertajuk derbi Jawa Timur itu. Pertandingan antara Arema FC vs Persebaya berlangsung ketat.
Baca juga: Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Divonis Bebas, Anggota Komisi III Minta Jaksa Banding