JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia menyoroti putusan Pengadilan Negeri Surabaya terhadap lima terdakwa tragedi Kanjuruhan.
Vonis bebas dua terdakwa dan vonis ringan untuk tiga terdakwa lainnya dinilai gagal memberikan keadilan kepada para korban.
"Pihak berwenang sekali lagi gagal memberikan keadilan kepada para korban kekerasan aparat meskipun sempat berjanji untuk menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/3/2023).
Sebagai buntut putusan itu, Amnesty Interational mendesak pemerintah agar memastikan akuntabilitas seluruh aparat yang terlibat dalam tragedi Kanjuruhan.
Baca juga: Komnas HAM Beberkan Fakta yang Sebabkan 135 Orang Tewas dalam Tragedi Kanjuruhan
Termasuk aparat yang berada di tataran komando untuk memberikan keadilan bagi korban dan memutus rantai impunitas pelaku kejahatan.
"Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui peradilan yang adil, imparsial, terbuka dan independen," kata Usman.
Selain itu, Usman menyebut putusan sidang tragedi Kanjuruhan menunjukan penyalahgunaan kekuasaan yang mengakar kuat dan luas oleh aparat keamanan Indonesia.
Seharusnya, kata Usman, tragedi Kanjuruhan menjadi momentum perbaikan kesalahan, bukan mengulangi kesalahan yang sama.
Baca juga: Komnas HAM Beberkan Fakta yang Sebabkan 135 Orang Tewas dalam Tragedi Kanjuruhan
"Kurangnya akuntabilitas juga mengirimkan pesan berbahaya kepada aparat keamanan bahwa mereka dapat bertindak dengan bebas dan tanpa konsekuensi hukum," pungkas Usman.
Sebagaimana diketahui, tiga terdakwa polisi dalam tragedi Kanjuruhan telah mendapatkan vonis di Pengadilan Negeri Surabaya, dua di antaranya divonis bebas.
Mereka yang divonis bebas adalah mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan Mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Sementara terdakwa polisi yang divonis satu tahun enam bulan penjara adalah Mantan Komandan Kompi 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan.
Dalam perkara yang sama, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris divonis satu tahun enam bulan penjara, oleh Majelis Hakim. Sedangkan terdakwa Security Officer Suko Sutrisno dihukum bui selama satu tahun.
Adapun tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa kematian masal yang disebabkan oleh lontaran gas air mata yang ditembakan petugas ke tribune penonton Stadion Kanjuruhan saat pertandingan sepakbola Arema FC menjamu Persebaya Surabaya, 1 Oktober 2022.
Gas air mata tersebut kemudian menyebabkan masa panik dan berdesakan keluar sehingga menyebabkan kematian masal. Setidaknya ada 135 korban jiwa akibat peristiwa itu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.