JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meminta pihak unspektorat, sebagai pihak yang berfungsi menjadi pengawas di internal kementerian memantau kekayaan para pegawainya.
Alex mengatakan, masyarakat pada umumnya bisa memantau harta kekayaan pejabat melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), apalagi pihak inspektorat.
Meskipun data LHKPN yang diakses tersebut hanya data total dan rincian kekayaannya, mereka bisa mengecek apakah kekayaan mereka sesuai dengan penghasilannya.
“Sebetulnya dari situ Bapak Ibu bisa memonitor, kira-kira staf saya itu kekayaannya wajar atau tidak dibandingkan dengan penghasilan yang diperoleh,” ujarn Alex dalam acara Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) di Kemenpan RB, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2023).
Baca juga: Rafael Alun Trisambodo Simpan Rp 37 M di Safe Deposit Box, PPATK Duga Uang dari Suap
Alex meminta para inspektorat melakukan klarifikasi apra pegawai dan pejabat di lingkungannya terlebih dahulu sebelum mereka dipanggil KPK.
Ia menekankan agar pihak inspektorat memanggil pegawai atau pejabat terkait yang kekayaannya dicurigai untuk menjelaskan asal usul hartanya.
“Jika ada kecurigaan, terutama ini bapak-bapak dari inspektor, pengawas internal, panggil saja, Pak,” ujar Alex.
“Jadi sebelum diklarifikasi KPK silakan Bapak Ibu itu klarifikasi dulu secara internal,” tambah dia.
Baca juga: Sosok dan Harta Kekayaan Wahono Saputro, Kepala Kantor Pajak yang Terseret Kasus Rafael Alun
Ia mengkritik sikap internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tidak mengklarifikasi maupun mempertanyakan harta Rafael Alun Trisambodo Rp 56,1 miliar.
Rafael merupakan mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan. Laporan Harta Kekayaan penyelenggara Negara (LHKPN) yang diunggah di situs resmi KPK.
Hal itu dinilai ganjil karena Rafael hanya pejabat aparatur sipil negara (ASN) eselon III.
“Secara akal sehat mungkin kita percaya, dari mana seorang penyelenggara negara ASN bisa memperoleh kekayaan Rp 56 miliar, kan begitu logika bodoh kita seperti itu kan,” kata Alex.
Alex menyesalkan tidak ada pihak internal Kemenkeu yang mengklarifikasi harta Rp 56,1 miliar kekayaan Rafael.
Menurut dia, jika sejak awal pihak Kemenkeu melakukan pengawasan dan langsung memanggil pejabat atau pegawai dengan harta kekayaan yang tidak sesuai dengan penghasilan sahnya, maka tidak akan timbul persoalan seperti Rafael.
“Tapi enggak ada Pak secara internal, enggak ada yang melakukan, yang mengklarifikasi itu,” ujar Alex.
Sebelumnya, LHKPN sejumlah pejabat menjadi sorotan setelah anak eks pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo bernama Mario Dandy Satrio melakukan penganiayaan.
Publik kemudian menyoroti LHKPN Rafael Rp 56,1 miliar. Besaran harta itu dinilai tidak sesuai dengan profilnya sebagai pejabat eselon III.
Kementerian Keuangan kemudian mencopot Rafael dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Pajak Jakarta Selatan II.
Selang beberapa minggu kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyetujui surat pemecatan Rafael dari ASN.
Tidak hanya Rafael, perhatian publik kemudian merambat ke sejumlah pejabat di lingkungan Kemenkeu.
Gaya hidup keluarga pejabat yang dinilai hedon diviralkan di media sosial dan besaran harta kekayaannya diulik publik.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.