Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Pegawai Pajak Berpotensi Jadi Sarana Samarkan Transaksi Suap dan Gratifikasi

Kompas.com - 09/03/2023, 16:43 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, perusahaan milik pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berisiko menjadi sarana menyamarkan harta kekayaan hingga transaksi suap atau gratifikasi.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, korupsi yang paling mungkin terjadi dalam hubungan antara pegawai pajak dan wajib pajak adalah suap dan gratifikasi.

Petugas pajak memiliki tugas dari negara untuk memungut pajak dalam jumlah maksimal. Sementara wajib pajak berkepentingan membayar pajak dalam jumlah kecil.

Menurutnya, ketika suap atau gratifikasi itu dibayarkan melalui rekening pegawai Ditjen Pajak akan terdeteksi di bank.

“Nah yang terjadi kalau wajib pajak ngasih langsung ke dia kan ada dideteksi di rekening bank,” kata Pahala saat ditemui awak media di gedung Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

Baca juga: KPK Bakal Dalami 134 Pegawai Pajak yang Miliki Saham di 280 Perusahaan

Sementara itu, pemberian suap atau gratifikasi secara langsung juga akan terpantau.

Kecurigaan akan timbul karena pihak wajib pajak itu tidak memiliki keperluan pembiayaan dengan pegawai Ditjen Pajak.

“Oh ini berarti suap atau gratifikasi nih, enggak ada urusan ngasih,” ujar Pahala.

Namun, kata Pahala, transaksi suap atau gratifikasi itu menjadi samar ketika uang panas itu dikirimkan ke rekening perusahaan pegawai Ditjen Pajak.

KPK tidak memiliki akses terhadap perusahaan. Akses pemeriksaan kekayaan lembaga antirasuah hanya pada surat saham yang dilaporkan pejabat dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

Baca juga: KPK Ungkap Pengakuan Eks Pejabat Bea Cukai Eko Darmanto soal Tingginya Utang di LHKPN

Nilai surat saham yang dilaporkan mengacu pada harga per lembar saham. Sementara, pemasukan perusahaan tidak dilaporkan sehingga tidak terdeteksi.

“Makanya kita ya kok dibuka yang opsi buat yang katakanlah berpotensi mengaburkan pendapatan dia,” kata Pahala.

Sebelumnya, KPK mengatakan, bakal mendalami 134 profil pegawai Ditjen Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan.

Adapun data itu ditemukan setelah KPK menganalisis ratusan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Kita lakukan pendalaman terhadap data yang kita punya, tercatat bahwa 134 pegawai pajak ternyata punya saham di 280 perusahaan," kata Pahala di kantornya, Rabu (8/3/2023).

Baca juga: KPK Sebut Ketentuan Imbalan bagi Pelapor Kasus Korupsi Masih Berlaku

Sebagai informasi, Ditjen Pajak menjadi sorotan setelah harta mantan pejabatnya, Rafael Alun Trisambodo sebesar Rp 56,1 miliar dinilai tidak wajar.

Setelah itu, KPK melakukan pemeriksaan terhadap harta kekayaan Rafael.

Beberapa waktu kemudian, perkara Rafael Alun Trisambodo dilimpahkan ke Direktorat Penyelidikan.

Setelah itu, publik mulai menyoroti LHKPN dan kekayaan sejumlah pejabat di lingkungan Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan.

Baca juga: KPK Sebut 2 dari 280 Perusahaan Milik 134 Pegawai DJP yang Punya Saham adalah Konsultan Pajak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com