"Atas dasar pertimbangan di atas, KAMMI meminta DKPP untuk mengevaluasi Ketua KPU RI beserta anggotanya, apabila terbukti melanggar kode etik maka harus diberhentikan," kata Rizki.
Sebelumnya diberitakan, PN Jakpus menghukum KPU "tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu" dan "melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari", yang berimbas pada penundaan pemilu.
Baca juga: Putusan PN Jakpus soal Pemilu Ditunda Dinilai Janggal, 17 Gugatan Serupa Pernah Ditolak
Putusan itu mengabulkan gugatan perdata yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) yang merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, sehingga tak bisa ambil bagian dalam Pemilu 2024.
Selain itu, jajaran komisioner dan staf KPU juga dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Mereka juga dihukum membayar ganti rugi Rp 500 juta terhadap partai politik besutan eks aktivis, Agus Jabo Priyono itu.
Buntut putusan ini, PN Jakpus justru menjadi bulan-bulanan para pakar hukum.
Baca juga: Terima Laporan Terkait Hakim PN Jakpus, Ketua KY: Kita Tindak Lanjuti
Berbagai komentar miring dialamatkan terhadap majelis hakim yang dianggap tidak kompeten karena telah mengadili perkara perdata di luar yurisdiksi dan berdampak secara umum.
Sementara itu, di level politik, sejumlah pengamat dan politikus menilai bahwa ada intervensi dari penguasa terhadap PN Jakpus untuk memuluskan agenda penundaan 2024.
Presiden RI Joko Widodo mengeklaim bahwa pemerintah mendukung upaya KPU untuk mengajukan banding.
Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI, Mochamad Afifuddin, menyebut bahwa pihaknya sedang menyusun memori banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.