Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/03/2023, 16:41 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan Pemilu 2024 terkesan janggal.

Menurut dia, ada sejumlah hal yang patut dicurigai dalam perkara yang bermula dari gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU ini.

"Menurut saya memang ini janggal, patut dicurigai ada ruang-ruang yang tidak sehat," kata Feri dalam diskusi daring dikutip dari YouTube Sahabat ICW, Senin (6/3/2023).

Baca juga: Jokowi: Tahapan Pemilu Kita Harapkan Tetap Berjalan

Dari segi hukum, gugatan Prima menyangkut perbuatan melanggar hukum (PMH). Feri mengatakan, penanganan PMH sedianya merupakan wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan Pengadilan Negeri.

Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Pasal 10 beleid tersebut menyatakan, perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yang diajukan ke Pengadilan Negeri tetapi belum diperiksa, dilimpahkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, pada Pasal 11 dikatakan, perkara perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Negeri harus menyatakan tidak berwenang mengadili.

Baca juga: Salinan Putusan Diterima, KPU Segera Banding Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu

Merujuk aturan itu, kata Feri, PN Jakpus seharusnya menyatakan gugatan Prima tidak dapat diterima, bukan malah mengabulkan.

"Menurut saya mereka juga mengabaikan Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2019, terutama Pasal 10 dan Pasal 11," ujarnya.

Feri pun mencatat, selama 2019-2023, ada 17 gugatan PMH yang tidak diterima oleh PN Jakpus. Hanya Prima yang gugatannya diterima.

"Semua kecuali putusan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), semua yang PMH itu dinyatakan tidak dapat diterima, jadi kenapa tiba-tiba satu-satunya putusan ini, tiba-tiba kemudian dilakukan proses persidangan," kata Feri.

Baca juga: KPU Enggan Tanggapi Isu Adanya Intervensi soal Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu 2024

Atas putusan ini, Feri menduga, Majelis PN Jakpus tak paham akan konsep penyelenggaraan pemilu. Bahwa jika ada satu tahapan yang dihentikan, itu bakal berimplikasi terhadap penundaan seluruh tahapan pemilu.

Dia pun curiga ada pihak-pihak yang memang menginginkan Pemilu 2024 ditunda, apalagi isu ini telah bergulir sejak lama.

"Ini jangan-jangan ada faksi-faksi tertentu. Faksi yang kemudian mensponsori upaya penundaan dan mungkin faksi yang kemudian berharap putusan seperti ini terjadi," kata Feri.

"Lalu ada faksi secara logika lebih memperhatikan bahwa kemarahan masyarakat karena hak-haknya diabaikan menjadi bahaya tersendiri yang bisa mengancam demokrasi," tutur Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.

Halaman:


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Hubungan Mega-Jokowi Disorot usai Kaesang Gabung PSI, Politikus PDI-P: Orang Bebas Berimajinasi

Hubungan Mega-Jokowi Disorot usai Kaesang Gabung PSI, Politikus PDI-P: Orang Bebas Berimajinasi

Nasional
Politikus PDI-P Yakin Jokowi Tak Akan Dipanggil karena Kaesang Masuk PSI

Politikus PDI-P Yakin Jokowi Tak Akan Dipanggil karena Kaesang Masuk PSI

Nasional
PolitiSI PDI-P: Kita Enggak Bisa Melarang-larang Kaesang Masuk PSI

PolitiSI PDI-P: Kita Enggak Bisa Melarang-larang Kaesang Masuk PSI

Nasional
Kaesang Masuk PSI, Cak Imin: 'Welcome To The Jungle'...

Kaesang Masuk PSI, Cak Imin: "Welcome To The Jungle"...

Nasional
Jokowi Akui Perdagangan di Beberapa Pasar Mulai Anjlok karena TikTok Shop

Jokowi Akui Perdagangan di Beberapa Pasar Mulai Anjlok karena TikTok Shop

Nasional
Kadin Indonesia Serahkan Peta Jalan Indonesia Emas 2045 ke Presiden Joko Widodo di IKN

Kadin Indonesia Serahkan Peta Jalan Indonesia Emas 2045 ke Presiden Joko Widodo di IKN

Nasional
Cak Imin: Rakyat Apatis Nyoblos di Pilkada gara-gara Politik Uang

Cak Imin: Rakyat Apatis Nyoblos di Pilkada gara-gara Politik Uang

Nasional
Muhaimin: Gara-gara PMII, Jadi Wapres Saya Siap...Jadi Presiden Pun Siap

Muhaimin: Gara-gara PMII, Jadi Wapres Saya Siap...Jadi Presiden Pun Siap

Nasional
Cak Imin Seleksi Perwakilannya untuk Masuk ke Baja Amin

Cak Imin Seleksi Perwakilannya untuk Masuk ke Baja Amin

Nasional
Rekam Jejak Kaesang Pangarep, dari Pengusaha Kini Jadi Kader PSI

Rekam Jejak Kaesang Pangarep, dari Pengusaha Kini Jadi Kader PSI

Nasional
Bersama Anies, Muhaimin Yakin Menangkan Pilpres 2024 Jika Bertarung dengan Ganjar-Prabowo

Bersama Anies, Muhaimin Yakin Menangkan Pilpres 2024 Jika Bertarung dengan Ganjar-Prabowo

Nasional
Kaesang Pengarep Jadi Kader PSI, Masih Anggota Biasa

Kaesang Pengarep Jadi Kader PSI, Masih Anggota Biasa

Nasional
Cak Imin Paparkan 3 Hal untuk Sempurnakan Demokrasi di Indonesia

Cak Imin Paparkan 3 Hal untuk Sempurnakan Demokrasi di Indonesia

Nasional
Cerita Muhaimin Bersatu dengan Anies di Pilpres 2024: Berliku, Ada Campur Tangan Tuhan

Cerita Muhaimin Bersatu dengan Anies di Pilpres 2024: Berliku, Ada Campur Tangan Tuhan

Nasional
Soal Rencana Pilkada 2024 Dimajukan, Muhaimin: PKB Sebenarnya Menolak

Soal Rencana Pilkada 2024 Dimajukan, Muhaimin: PKB Sebenarnya Menolak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com