JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan Pemilu 2024 terkesan janggal.
Menurut dia, ada sejumlah hal yang patut dicurigai dalam perkara yang bermula dari gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU ini.
"Menurut saya memang ini janggal, patut dicurigai ada ruang-ruang yang tidak sehat," kata Feri dalam diskusi daring dikutip dari YouTube Sahabat ICW, Senin (6/3/2023).
Baca juga: Jokowi: Tahapan Pemilu Kita Harapkan Tetap Berjalan
Dari segi hukum, gugatan Prima menyangkut perbuatan melanggar hukum (PMH). Feri mengatakan, penanganan PMH sedianya merupakan wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan Pengadilan Negeri.
Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Pasal 10 beleid tersebut menyatakan, perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yang diajukan ke Pengadilan Negeri tetapi belum diperiksa, dilimpahkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, pada Pasal 11 dikatakan, perkara perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Negeri harus menyatakan tidak berwenang mengadili.
Baca juga: Salinan Putusan Diterima, KPU Segera Banding Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu
Merujuk aturan itu, kata Feri, PN Jakpus seharusnya menyatakan gugatan Prima tidak dapat diterima, bukan malah mengabulkan.
"Menurut saya mereka juga mengabaikan Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2019, terutama Pasal 10 dan Pasal 11," ujarnya.
Feri pun mencatat, selama 2019-2023, ada 17 gugatan PMH yang tidak diterima oleh PN Jakpus. Hanya Prima yang gugatannya diterima.
"Semua kecuali putusan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), semua yang PMH itu dinyatakan tidak dapat diterima, jadi kenapa tiba-tiba satu-satunya putusan ini, tiba-tiba kemudian dilakukan proses persidangan," kata Feri.
Baca juga: KPU Enggan Tanggapi Isu Adanya Intervensi soal Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu 2024
Atas putusan ini, Feri menduga, Majelis PN Jakpus tak paham akan konsep penyelenggaraan pemilu. Bahwa jika ada satu tahapan yang dihentikan, itu bakal berimplikasi terhadap penundaan seluruh tahapan pemilu.
Dia pun curiga ada pihak-pihak yang memang menginginkan Pemilu 2024 ditunda, apalagi isu ini telah bergulir sejak lama.
"Ini jangan-jangan ada faksi-faksi tertentu. Faksi yang kemudian mensponsori upaya penundaan dan mungkin faksi yang kemudian berharap putusan seperti ini terjadi," kata Feri.
"Lalu ada faksi secara logika lebih memperhatikan bahwa kemarahan masyarakat karena hak-haknya diabaikan menjadi bahaya tersendiri yang bisa mengancam demokrasi," tutur Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.