Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Remehkan Gugatan Prima di PN Jakpus, Pimpinan KPU Dilaporkan ke DKPP

Kompas.com - 07/03/2023, 14:30 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mengadukan para pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Selasa (7/3/2023).

KAMMI menilai, para pimpinan KPU RI meremehkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang disidangkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sehingga mereka kalah dalam gugatan.

PN Jakpus kemudian mengabulkan seluruh gugatan PRIMA, termasuk menghukum KPU mengulang sejak awal seluruh tahapan pemilu. Ini akan berimbas pada tertundanya Pemilu 2024.

"KPU sendiri meremehkan seolah-olah ini partai yang tidak lolos verifikasi bakal ditolak di PN. Sejak awal dia sudah punya stigma tidak baik terhadap proses penegakan hukum," kata Kepala Bidang Polhukam PP KAMMI, Rizki Agus Saputra, ditemui wartawan setelah menyerahkan aduan ke kesekretariatan DKPP.

Baca juga: Partai Prima Minta Mahfud Tahan Diri Tak Komentari Putusan Pemilu Ditunda

KAMMI menilai, para pimpinan KPU RI melanggar kode etik Pasal 15 huruf a Peraturan DKPP tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Aturan itu berbunyi "Dalam melaksanakan prinsip profesionalitas. penyelenggara bersikap dan bertindak memelihara dan menjaga kehormatan lembaga."

"Kami laporkan bahwa mereka menganggap remeh dan implikasinya terganggunya kehormatan KPU," ujar Rizki.

Ia menilai, ada indikasi kurangnya respons dan kesiapan untuk melawan serangan yang ditujukan kepada KPU RI.

Salah satunya, KPU RI sama sekali tidak mengirim pengacara dalam rangka persidangan di PN Jakpus.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari hanya memberi kuasa kepada 43 komisioner dan pegawai KPU RI untuk bicara.

Baca juga: Mahfud Tuding Ada Permainan dalam Putusan Pemilu Ditunda, Partai Prima: Buktikan

KPU RI juga tidak mengirim saksi dalam rangkaian persidangan, sedangkan PRIMA mengirim dua saksi yang keterangannya dipertimbangkan majelis hakim.

KPU RI dianggap baru memberikan reaksi yang patut ketika mereka kalah dalam gugatan perdata di PN Jakpus.

"Atas dasar pertimbangan di atas, KAMMI meminta DKPP untuk mengevaluasi Ketua KPU RI beserta anggotanya, apabila terbukti melanggar kode etik maka harus diberhentikan," kata Rizki.

Sebelumnya diberitakan, PN Jakpus memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari.

Hal ini berimbas pada penundaan pemilu.

Putusan itu mengabulkan gugatan perdata yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) yang merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, sehingga tak bisa ambil bagian dalam Pemilu 2024.

Baca juga: KPU Ajukan Banding Pekan Ini soal Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu

Selain itu, jajaran komisioner dan staf KPU dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Mereka juga dihukum membayar ganti rugi Rp 500 juta terhadap partai politik besutan eks aktivis, Agus Jabo Priyono itu.

Buntut putusan ini, PN Jakpus justru menjadi bulan-bulanan para pakar hukum.

Berbagai komentar miring dialamatkan terhadap majelis hakim yang dianggap tidak kompeten karena telah mengadili perkara perdata di luar yurisdiksi dan berdampak secara umum.

Sementara itu, di level politik, sejumlah pengamat dan politikus menilai bahwa ada intervensi dari penguasa terhadap PN Jakpus untuk memuluskan agenda penundaan 2024.

Presiden RI Joko Widodo mengeklaim bahwa pemerintah mendukung upaya KPU untuk mengajukan banding.

Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI Mochamad Afifuddin menyebut bahwa pihaknya sedang menyusun memori banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk diserahkan pekan ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com