MATERI muatan Cybercrime yang sangat esensial sekaligus memiliki nilai strategis, antara lain terkait dengan pelindungan data, baik data pribadi maupun data perusahaan.
Di samping itu, hal yang juga sangat penting dipahami setiap orang terutama penegak hukum adalah larangan akses online secara ilegal, karena terkait dengan keamanan siber (cyber security).
Pelindungan berbasis teknologi dan hukum terhadap data dan sistem komputer ini memiliki urgensi tinggi, karena selain bisa menjadi langkah awal modus pelaku cybercrime, juga sangat penting untuk pelindungan rahasia dagang dan data perusahaan.
Materi muatan cybercrime yang kali ini akan saya bahas terkait dengan aspek hukum akses ilegal dan penyadapan (intersepsi).
Materi ini merupakan bahan ajar kelas Cyberlaw di Universitas Padjadjaran yang saya bagikan juga untuk pembaca Kompas.com, sebagai pelaksanaan misi pengabdian Perguruan Tinggi untuk masyarakat.
Akses ilegal dan intersepsi selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Materi muatan tersebut kemudian dicabut oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (UU KUHP).
Dihapusnya pasal-pasal akses ilegal dan intersepsi dari UU ITE tentu tidak akan berdampak kekosongan hukum (rechtsvacuum).
Karena UU No. 1 tahun 2023, yang memiliki masa transisi berlaku 3 tahun, kemudian membuat pasal penggantinya sebagai norma Cybercrime terkodifikasi dalam UU KUHP Baru tersebut.
Pasal terkait akses ilegal yang dicabut dari UU ITE terdapat pada keseluruhan pasal 30 jo. Pasal 46 yang dapat dikemukakan sebagai berikut :
Pertama, Pasal 30 ayat (1) UU ITE: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun”.
Kedua, Pasal 30 ayat (2): “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik”.
Ketiga, Pasal 30 ayat (3): “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan”.
Keempat, Pasal 46 ayat (1): “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Kelima, Pasal 46 ayat (2): “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).”