Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW dan Pukat UGM Dorong Delik Kekayaan Tak Wajar Masuk UU Tipikor

Kompas.com - 27/02/2023, 17:50 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan memasukkan delik tentang kekayaan yang tidak wajar (illicit enrichment) sebagai perbuatan yang masuk kategori pidana.

Menurut peneliti ICW Almas Sjafrina, regulasi pemerintah memang masih belum memadai untuk menindaklanjuti adanya harta yang tidak wajar.

“Jadi, pemerintah perlu membuat peraturan yang lebih jelas perihal kekayaan tidak wajar (illicit Enrichment). Misalnya, memasukkan dalam UU Tipikor,” kata Almas saat dihubungi, Senin (27/2/2023).

Hal yang sama diungkapkan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman.

Baca juga: Kekayaan Dirjen Pajak Suryo Utomo Capai Rp 14,4 Miliar: Punya Harley hingga RX King

Zaenur mengatakan, pemerintah belum memiliki produk hukum yang secara efektif dapat menyita harta benda dari penyelenggara negara yang tidak wajar.

“Itu harusnya dimasukkan ke dalam RUU perampasan hasil kejahatan, atau yang kedua bisa juga dimasukkan dalam revisi UU Tipikor, yaitu penambahan kekayaan secara tidak wajar,” kata Zaenur.

Sebelumnya, pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih mendorong pemerintah dan DPR merevisi UU Tipikor dengan memasukkan delik tentang kekayaan yang tidak wajar dan memperdagangkan pengaruh (trading in influence) sebagai perbuatan yang masuk dalam kategori pidana.

Menurut Yenti, jika unsur kekayaan yang tidak wajar masuk ke dalam beleid itu, kasus penyelenggara negara dengan harta fantastis seperti pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo bisa langsung diselidiki.

"Kita dorong Indonesia, pemerintah dan DPR, segera merevisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Segera masukkan illicit enrichment dan trading in influence untuk menjadi bagian dari undang-undang," kata Yenti saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (26/2/2023).

Baca juga: Lusa, KPK Panggil Rafael Alun Trisambodo Klarifikasi Kekayaan Rp 56,1 M

Menurut Yenti, Indonesia sudah harus memasukkan kekayaan yang tidak wajar dan memperdagangkan pengaruh sebagai bagian dari tindak pidana korupsi karena sudah meratifikasi Konvensi Anti Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC).

Selain itu, kata Yenti, jika delik kekayaan yang tidak wajar dimasukkan ke dalam UU Pemberantasan Tipikor maka akan memudahkan penyidik mengusut harta tak wajar para pejabat.

"Ini kalau kita punya illicit enrichment (dalam UU Tipikor), itu sangat menunjang LHKPN. Mempermudah pemeriksaan LHKPN. Jadi, kalau ada kejanggalan transaksi atau harta yang tidak wajar langsung ada pembuktian terbalik. Benar enggak ini hartanya dari sumber yang sah atau justru hasil kejahatan," ujar Yenti.

Baca juga: LHKPN Rafael Alun, Delik Kekayaan Tak Wajar Perlu Masuk UU Tipikor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com