Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur Lemhannas Sebut Kekerasan di Papua Tak Berpola dan Bisa Terjadi Kapan Saja

Kompas.com - 22/02/2023, 19:14 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto mengatakan bahwa kekerasan di Papua tidak mempunyai pola.

Andi menyampaikan itu saat memaparkan hasil kajian Lemhannas dalam forum komunikasi bersama media di Kantor Lemhannas, Jakarta, Rabu (22/2/2023).

“Kalau lokasi kami bisa tahu, modusnya, terbanyaknya ada di mana, di kabupaten mana, wilayah mana, ada polanya. Tapi, selain lokasi, tidak ada polanya,” kata Andi.

“Dilakukan bulan apa, dilakukan dengan sebab apa, oleh kelompok apa, menyerang apa, tidak ada polanya, dan itu mengkhawatirkan karena tidak polanya,” ujarnya melanjutkan.

Baca juga: Kajian Lemhannas: Aksi Kekerasan di Papua Cenderung Meningkat di Era Jokowi

Hasil kajian Lemhannas juga menunjukkan bahwa aksi kekerasan di Papua tidak ada korelasinya dengan indikator ekonomi dan sosial.

“Dana otsus dengan aksi kekerasan, data menunjukkan tidak ada korelasi. Tingkat kemiskinan, tidak ada korelasi. Pengangguran terbuka, tidak ada korelasi,” kata Andi.

Oleh karena itu, Lemhannas belum mempunyai treatment atau solusi untuk mengatasi aksi kekerasan di Papua.

“Dalam artian, kita belum punya treatment tentang Papua. Harus dicari treatment-nya apa untuk Papua tersebut,” ujarnya.

Baca juga: Kontras Desak TNI-Polri dan OPM Hentikan Konflik Senjata di Papua

Andi kemudian mencontohkan tidak adanya pola tersebut bisa dilihat dari kasus pembakaran pesawat Susi Air beserta penyanderaan pilot Philips Mark Methrtens (37) di Bandara Paro, Nduga, Papua Pegunungan.

Pembakaran dan penyanderaan itu diawali dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang awalnya curiga dengan 15 pekerja yang membangun puskesmas di Distrik Paro bagian dari TNI atau anggota BIN.

“Jadi tidak ada kaitannya. Memang ada masalah lokal yang muncul di tingkat tenaga kerja yang di wilayah tersebut, kemudian memicu aksi kekerasan berupa perusakan pesawat lalu bereskalasi menjadi kasus penyanderaan pilot,” kata Andi.

“Ini kembali menunjukkan bahwa fenomena kekerasan di Papua tetap bisa terjadi kapan saja tanpa ada satu pola tertentu yang bisa kita cari treatment khususnya, dan itu yang sedang kami kaji lebih dalam,” ujarnya lagi.

Baca juga: Kontras Sebut Perjanjian Jeda Kemanusiaan Komnas HAM Gagal Berikan Solusi untuk Konflik Papua

Andi juga mengatakan bahwa aksi kekerasan di Papua cenderung meningkat di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Kalau dari sisi data kuantitatif, aksi kekerasan Papua itu masih cenderung meningkat. Di masa Pak Jokowi malah cenderung meningkat,” ujar Andi.

Data yang dihimpun dari Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (GTP UGM) menunjukkan bahwa kasus tindak kekerasan di Papua cenderung meningkat sejak 2017.

Terdapat 19 kasus tindak kekerasan pada 2017 atau naik delapan kasus dibanding tahun sebelumnya.

Kemudian, pada tahun 2018 hingga 2021 kasus tindak kekerasan selalu naik, masing-masing 23, 40, 65, dan 83 kasus.

Selanjutnya, pada 2022 ada 12 kasus kekerasan. Tetapi, data itu dihimpun hingga bulan Maret saja.

Dari sisi aktor,  didominasi oleh KKB. Lalu, disusul aparat TNI-Polri dan warga.

Baca juga: Jokowi Minta Lemhanas Buat Kajian soal Antisipasi dan Mitigasi Krisis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com