“Mencermati IPK Indonesia, dapat disimpulkan bahwa untaian kalimat Presiden terkait pemberantasan korupsi hanya sekadar pemanis pidato semata,” kata Kurnia dalam keterangan resminya, Rabu (1/2/2023).
Baca juga: IPK 2022 Sama dengan 2014, Pengamat Sebut Jokowi Belum Berkontribusi dalam Pemberantasan Korupsi
Kurnia mengatakan, salah satu temuan TII dalam mengukur adalah masifnya korupsi politik di Indonesia.
Menurut ICW, persoalan ini timbul disebabkan sejumlah hal. Pertama, KPK sebagai lembaga yang getol memberantas korupsi politik dilemahkan.
Pelemahan dilakukan dengan merevisi Undang-Undang KPK pada 2019. Kemudian, Jokowi juga membiarkan KPK dipimpin orang-orang bermasalah.
“KPK yang selama ini gencar memberantas korupsi politik justru dilemahkan oleh Presiden Joko Widodo,” kata Kurnia.
Kemudian, ICW juga memandang sejumlah menteri Jokowi bersikap permisif terhadap korupsi.
Mereka adalah Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Dalam sejumlah kesempatan, Luhut dinilai melontarkan pernyataan bertendensi negatif terhadap operasi tangkap tangan (OTT).
“Luhut B Pandjaitan, sempat berulang kali mengomentari mengenai operasi tangkap tangan dengan kalimat destruktif,” ujar Kurnia.
Sementara, Tito secara terang-terangan meminta aparat hukum tidak menindak para kepala daerah.
Aparat diminta fokus memberikan pendampingan kepada para kepala daerah.
“Pernyataan-pernyataan semacam ini tentu menunjukan sikap yang berseberangan dengan harapan atas perbaikan pemberantasan korupsi,” kata Kurnia.
Selain itu, pemerintah dan DPR juga tidak menerbitkan produk hukum yang mendukung pemberantasan korupsi.
Hal itu terlihat dari Revisi KUHP, UU Pemasyarakatan, UU Cipta Kerja, UU Mahkamah Konstitusi (MK), dan UU Minerba.
Karena itu, ICW menilai semua pernyataan pembuat undang-undang mengenai pemberantasan korupsi sebagai ilusi.
“Begitu pula Presiden, janji politik saat kampanye tahun 2014 maupun 2019 dilupakan begitu saja seiring dengan menguatnya lingkaran kepentingan politik,” ujar Kurnia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.