Sedianya, kata Titi, dalam praktik demokrasi elektoral di Indonesia, gubernur merupakan sumber rekrutmen sirkulasi elite politik nasional.
Tak bisa dimungkiri, saat ini sebagian besar tokoh yang masuk bursa calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) adalah mereka yang berlatar belakang sebagai kepala daerah provinsi atau gubernur.
"Gubernur menjadi posisi untuk mempromosikan kinerja dan kepemimpinan menuju jabatan politik di tingkat nasional," kata Titi.
Dengan dalih tersebut, Titi menilai, kurang tepat mengusulkan penghapusan pemulihan gubernur atau jabatan gubernur itu sendiri.
Apalagi, tahun depan Indonesia akan menggelar Pilkada serentak untuk memilih gubernur dan bupati/wali kota.
"Lebih baik semua pihak, khususnya partai politik berkonsentrasi menyiapkan tahapan pemilu dan pilkada 2024 agar terlaksana tepat waktu dan bersih tanpa kecurangan," katanya.
Baca juga: Cak Imin Usul Jabatan Gubernur Dihapus, Pimpinan Komisi II DPR: Apa Provinsinya Dihapus?
Lagi pula, lanjut Titi, menghapus pemilihan gubernur dan jabatan gubernur tidaklah mudah. Sebabnya, dua hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 18 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, Indonesia sebagai negara kesatuan dibagi atas daerah-daerah provinsi. Selanjutnya, daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang mana tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota tersebut memiliki pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.
Kemudian, Ayat (2) pasal yang sama berbunyi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Selanjutanya, Ayat (3) pasal tersebut mengatur bahwa gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Dengan ketentuan itu, menghapus pemilihan gubernur atau jabatan gubernur berarti harus mengubah konstitusi.
"Sedangkan amendemen konstitusi di tengah situasi saat ini hanya akan membuka kotak pandora bagi munculnya isu-isu kontroversial lainnya. Bukan suatu pilihan yang momentumnya tepat," kata Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.