Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Politik Tinggi Bakal Buat Investor Enggan Melirik Indonesia

Kompas.com - 01/02/2023, 17:40 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tingkat korupsi yang tinggi di Indonesia bakal mempengaruhi minat para pemodal dari luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menanggapi penurunan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dalam jumpa pers peluncuran "Corruption Perceptions Index 2022" di Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).

Salah satu indikator yang menjadi sorotan dalam laporan IPK Indonesia 2022 adalah soal Political Risk Service (PRS)-International Country Risk Guide.

PRS adalah indikator yang digunakan buat menilai tingkat korupsi dalam sistem politik di sebuah negara.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 Merosot 4 Poin Jadi 34

Skor PRS Indonesia menurut laporan Transparency International Indonesia (TII) pada 2022 turun menjadi 35. Padahal di 2021 poin PRS Indonesia berada di angka 48.

Pahala mengatakan, skor Country Risk Indonesia pernah mencapai 58, kemudian kembali turun hampir 50 persen.

Menurut dia, jika tingkat korupsi di Indonesia tinggi maka menyebabkan investor enggan datang.

“Siapa yang datang ke Indonesia kalau country risk-nya sebegitu tinggi? Pasti investor yang nekat,” ujar Pahala.

Baca juga: Deputi Pencegahan KPK Kaget Setengah Mati Tahu Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot

Pahala mengatakan, sektor pengadaan barang dan jasa selama ini menjadi ladang basah korupsi dan sangat butuh kemauan dari semua pihak buat mengubah situasi itu.

Menurut data KPK, kata Pahala, modus korupsi pengadaan barang atau jasa tercatat sudah menyentuh 277 dan perizinan mencapai 25 perkara.

Selain itu, kata Pahala, KPK sangat mengharapkan ada harmonisasi berbagai kebijakan antar-kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah yang tumpang tindih.

Harmonisasi aturan dan kebijakan itu harus dilakukan supaya pelaksanaan operasional di lapangan tidak lagi terhambat dan berpeluang menimbulkan potensi terjadinya korupsi.

Baca juga: Skor Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, Demokrasi Indonesia dalam Masalah Serius

Pahala mencontohkan upaya harmonisasi itu adalah melalui perbaikan tata kelola pelabuhan dan penerapan Online Single Submission (OSS).

“Perbaikan-perbaikan ini akan memudahkan masyarakat untuk berusaha dan pada akhirnya akan menghidupkan iklim bisnis yang sehat,” kata Pahala.

Selain itu, KPK juga menyampaikan pentingnya penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

KPK mencatat empat poin yang harus didorong perbaikannya, yaitu ketersediaan SDM, kewenangan, anggaran, dan kompetensi.

Baca juga: Indeks Korupsi Indonesia Melorot, Strategi Pencegahan Dinilai Tak Efektif

Sebelumnya diberitakan, Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko mengatakan, dalam pengukuran CPI, pihaknya menggunakan 9 indikator.

Sebanyak poin 3 indikator, tiga stagnan, dan dua indikator mengalami kenaikan.

Adapun salah satu indikator yang menjadi sorotan adalah PRS-International Country Risk Guide atau risiko politik.

Indikator PRS itu turun 13 poin dari 48 pada 2021 menjadi 35 pada 2022.

Baca juga: Indeks Korupsi Indonesia 2022 Menurun, Sektor Politik Jadi Sorotan

Sementara itu, penurunan dalam jumlah lebih dari 4 poin menunjukkan adanya perubahan signifikan.

“Itu turut menyumbang penurunan CPI kita dari 38 ke 34 tahun ini,” ujar Wawan.

(Penulis : Syakirun Ni'am | Editor : Icha Rastika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com