JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tingkat korupsi yang tinggi di Indonesia bakal mempengaruhi minat para pemodal dari luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menanggapi penurunan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dalam jumpa pers peluncuran "Corruption Perceptions Index 2022" di Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).
Salah satu indikator yang menjadi sorotan dalam laporan IPK Indonesia 2022 adalah soal Political Risk Service (PRS)-International Country Risk Guide.
PRS adalah indikator yang digunakan buat menilai tingkat korupsi dalam sistem politik di sebuah negara.
Skor PRS Indonesia menurut laporan Transparency International Indonesia (TII) pada 2022 turun menjadi 35. Padahal di 2021 poin PRS Indonesia berada di angka 48.
Pahala mengatakan, skor Country Risk Indonesia pernah mencapai 58, kemudian kembali turun hampir 50 persen.
Menurut dia, jika tingkat korupsi di Indonesia tinggi maka menyebabkan investor enggan datang.
“Siapa yang datang ke Indonesia kalau country risk-nya sebegitu tinggi? Pasti investor yang nekat,” ujar Pahala.
Pahala mengatakan, sektor pengadaan barang dan jasa selama ini menjadi ladang basah korupsi dan sangat butuh kemauan dari semua pihak buat mengubah situasi itu.
Selain itu, kata Pahala, KPK sangat mengharapkan ada harmonisasi berbagai kebijakan antar-kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah yang tumpang tindih.
Harmonisasi aturan dan kebijakan itu harus dilakukan supaya pelaksanaan operasional di lapangan tidak lagi terhambat dan berpeluang menimbulkan potensi terjadinya korupsi.
Pahala mencontohkan upaya harmonisasi itu adalah melalui perbaikan tata kelola pelabuhan dan penerapan Online Single Submission (OSS).
“Perbaikan-perbaikan ini akan memudahkan masyarakat untuk berusaha dan pada akhirnya akan menghidupkan iklim bisnis yang sehat,” kata Pahala.
Selain itu, KPK juga menyampaikan pentingnya penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
KPK mencatat empat poin yang harus didorong perbaikannya, yaitu ketersediaan SDM, kewenangan, anggaran, dan kompetensi.
Sebelumnya diberitakan, Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko mengatakan, dalam pengukuran CPI, pihaknya menggunakan 9 indikator.
Sebanyak poin 3 indikator, tiga stagnan, dan dua indikator mengalami kenaikan.
Adapun salah satu indikator yang menjadi sorotan adalah PRS-International Country Risk Guide atau risiko politik.
Indikator PRS itu turun 13 poin dari 48 pada 2021 menjadi 35 pada 2022.
Sementara itu, penurunan dalam jumlah lebih dari 4 poin menunjukkan adanya perubahan signifikan.
“Itu turut menyumbang penurunan CPI kita dari 38 ke 34 tahun ini,” ujar Wawan.
(Penulis : Syakirun Ni'am | Editor : Icha Rastika)
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/01/17405781/korupsi-politik-tinggi-bakal-buat-investor-enggan-melirik-indonesia