Proses pemutakhiran satu napas dengan tingginya partisipasi. Pendaftaran pemilih sejatinya adalah menguatkan partisipasi, agar orang yang terdaftar juga menggunakannya untuk datang ke TPS dan melakukan pencoblosan.
Kurangi perhatian yang melulu bertumpu pada sisi akurat atau tidak akurat. Apalagi menggembar-gemborkan data invalid, tetapi lupa akan subtansinya. Semakin kuat pada kekurangan akurasi, berpotensi membuat pemilih enggan untuk berpartisipasi.
Kedua; kesadaran cicilan. Panjangnya waktu pemutakhiran daftar pemilih dengan metode yang berliku wajib disertai dengan kesabaran dalam menyelesaikan persoalan satu per satu.
Jika ditemukan persoalan segera diselesaikan waktu itu juga, jangan ditunggu apalagi dibiarkan. Apabila persoalan muncul saat tahapan pencocokan dan penelitian maka diselesaikan pada tahapan itu juga.
Apabila terdapat masukan dari masyarakat saat DPS, maka jangan ditunggu perbaikannya hingga DPT ditetapkan.
Pokoknya jangan sampai menunggu di ujung masa. Akhirnya akan menjadi bom waktu. Ibaratkan punya hutang, cicil dari sekarang, agar tidak semakin besar beban yang ditanggung nantinya.
Oleh karena itu, sering-seringlah KPU dan Bawaslu sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan untuk berkoordinasi dan berbagi peran yang saling menguatkan.
Kalaupun tidak berbagi data pemilih karena dinilai sebagai informasi pribadi atau dikecualikan, setidaknya keduanya bisa memeriksa data pemilih dari wadah yang sama.
Kesepakatan ini penting karena, sekali lagi, daripada meledak di ujung, sebaiknya problem data pemilih yang berkaitan dengan data kependudukan diselesaikan secara bertahap.
Daripada muncul tsunami, lebih baik menyelesaikan sedikit demi sedikit. Meskipun tidak selesai seluruhnya, lama-lama persoalannya berkurang.
Ketiga; kesadaran terbatas, keterbatasan dan perbatasan. Penyelenggara pemilu harus menyadari, setinggi-tingginya kewenangan dalam pemutakhiran daftar pemilih tetap mempunyai kekuatan yang terbatas.
Pastilah tetap membutuhkan partisipasi warga untuk melaporkan jika ada anggota keluarga yang meninggal dunia, pindah alamat atau beralih status menjadi TNI/Polri. Makanya bukalah ruang laporan seluas-luasnya.
Selain itu penyelenggara pemilu juga wajib menaruh perhatian penuh terhadap kelompok pemilih yang memiliki keterbatasan tertentu, misalnya, pemilih disabilitas, orang tua, tuna wisma dan kelompok marginal lainnya.
Mereka adalah pemilih yang juga memiliki hak sehingga perlu diberikan informasi yang kuat di mana dan bagaimana menggunakan hak pilihnya secara bebas dan mandiri.
Berikutnya, penyelenggara pemilu juga wajib mendeteksi penduduk yang ada di perbatasan. Yaitu warga negara yang tinggal di hutan, nelayan yang berbulan-bulan melaut, warga yang tinggal di pulau terluar dan daerah-daerah terpencil lainnya.
Biasanya tidak memiliki dokumen kependudukan karena wilayah yang ditinggali juga bukan wilayah administratif.
Pemenuhan hak pilih diawali dengan pemenuhan dokumen kependudukan serta status tanah dan air yang dijadikan tumpuan kehidupan.
Pada akhirnya, menjalankan tahapan pemutakhiran daftar pemilih bukan hanya mencatat, mencoret dan menetapkan saja. Tetapi juga harus disertai niat kuat untuk memudahkan hak dan meningkatkan partisipasi pemilih. Agar pemilu bisa lebih berkualitas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.