Salin Artikel

Menjaga Hak Pilih di Seluruh Negeri

KPU secara berkelanjutan juga telah melakukan pemutakhiran daftar pemilih dari pemilu terakhir sebanyak 190 juta. Terdapat selisih kurang lebih 14 juta.

Jika dirinci, data Kemendagri sebanyak 204.656.053 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 102.181.591 (49,93 persen) jiwa dan perempuan sebanyak 102.474.462 (50,07 persen) jiwa.

Jumlah itu meliputi 38 Provinsi termasuk daerah otomom baru, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya, serta 514 kabupaten/kota.

Sementara data KPU sebesar 190.022.169 pemilih, dengan rincian 94.829.962 (49,90 persen) dan 95.192.207 (50,10 persen).

Data direkapitulasi dari 34 Provinsi (sebelum Papua dan Papua Barat dipecah), 514 kabupaten/kota, 7.240 Kecamatan, 83.414 desa/kelurahan dan 700.011 TPS.

Jika keduanya akurat, maka proses sinkronisasi antara data Kemendagri dengan KPU ditambah dengan pemilih baru berasal dari selisih 14 juta, itulah data pemilih Pemilu 2024.

Kedua belah pihak tinggal duduk bersama di hadapan Bawaslu melakukan pemadanan dan bereslah daftar pemilih pemilu mendatang.

Tidak semudah itu!

Pengalaman pelaksanaan pemilu membuktikan, hasil pemilu yang digugat selalu mendasarkan pada daftar pemilih yang tidak akurat.

Penyebabnya beragam. Dari seluruh persoalan yang ada, setidaknya bisa dikelompokkan dalam dua bagian; kualitas datanya dan proses pemutakhirannya.

Dalam hal kualitas data, beragamnya sumber data menjadi faktor utama. Penyusunan daftar pemilih memperhatikan data kependudukan, data kementerian luar negeri, kementerian sosial, TNI, Polri, rumah sakit, rumah tahanan, panti-panti, kampus hingga pondok pesantren.

Tidak adanya sumber data penduduk dari satu pintu dan pengelolaan satu atap, pada akhirnya memberikan dampak data ganda dari pemilih tunggal.

Belum lagi kepada penduduk yang memiliki hak pilih tetapi belum memiliki dokumen kependudukan. Sehingga perlu menunggu proses perekaman KTP-elektronik agar hak pilih bisa digunakan.

Berdasarkan dari sumber yang beragam itulah lalu dibuatkan proses pemutakhiran yang ketat, panjang, dan berliku.

Sehingga proses pendaftaran pemilih berlaku hampir sepanjang tahapan pemilu. Tujuannya agar daftar pemilih menjadi akurat. Tapi tidak jarang hasilnya justru meleset.

Sinkronisasi data Kemendagri dan KPU adalah tahapan awal. Hasil pemadanan tersebut kemudian diturunkan ke masing-masing kabupaten/kota untuk dilakukan pencocokan dan penelitian.

Hasilnya dijadikan Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk diberi masukan banyak pihak. Hasil masukan tersebut diwujudkan dalam Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP).

Setelah dilakukan rekapitulasi berjenjang, kemudian ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap oleh KPU Kabupaten/Kota untuk dijadikan dasar berapa jumlah logistik pemilu yang dibutuhkan.

Tidak berhenti di situ, setelah ditetapkan menjadi DPT, pemilih yang ternyata memilih untuk pindah memilih ke tempat lain dimasukkan dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

Adapun penduduk yang baru memiliki KTP elektronik setelah ditetapkannya DPT atau memiliki KTP tetapi tidak terdaftar di DPT, maka dimasukkan dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) di hari pemungutan suara nanti. Tentu dengan syarat keterbatasan wilayah di mana dia bisa menggunakan hak asasinya.

Dua tantangan itulah problemetika penyusunan daftar pemilih yang menahun. Persoalannya sudah bisa ditebak sejak awal, tapi solusi konkret belum ada yang menemukan hingga bisa keluar dari lubang jarum.

Cara pandang baru

Oleh karena itu, menyikapi situasi yang berulang-ulang ini perlu dilakukan dengan cara pandang yang berbeda.

Cara pandang yang memiliki kesadaran yang kuat. Sadar memastikan pendataan pemilih tidak bisa dilakukan dengan cara sok-sok’an, hanya bertumpu pada ketentuan dan mempertahankannya mati-matian.

Setidaknya terdapat tiga cara dalam mengubah cara pandang agar proses pemutakhiran daftar pemilih semakin enak dijalani.

Pertama; kesadaran akurasi. Percayalah, sekuat-kuatnya penyelenggara pemilu menyempurnakan data pemilih, data tersebut tidak akan bersih dari pemilih yang tidak memenuhi syarat.

Sepanjang KPU dan Bawaslu tidak memiliki kewenangan menghentikan kematian, maka pemilih yang sudah meninggal tetap akan ada dalam daftar pemilih.

Oleh karena itu, turunkanlah niat untuk membuat daftar pemilih bersih dari pemilih wafat. Sepanjang pemilih masih bernapas, KPU wajib mencatatnya.

Jika sudah menjadi DPT dan ditemukan pemilih meninggal dunia, maka Bawaslu melakukan rekomendasi untuk melakukan penandaan saja.

Titik tolaknya adalah penyelenggara pemilu fokus pada pemenuhan hak sekaligus membuat pemilih terdaftar menggunakan hak tersebut.

Proses pemutakhiran satu napas dengan tingginya partisipasi. Pendaftaran pemilih sejatinya adalah menguatkan partisipasi, agar orang yang terdaftar juga menggunakannya untuk datang ke TPS dan melakukan pencoblosan.

Kurangi perhatian yang melulu bertumpu pada sisi akurat atau tidak akurat. Apalagi menggembar-gemborkan data invalid, tetapi lupa akan subtansinya. Semakin kuat pada kekurangan akurasi, berpotensi membuat pemilih enggan untuk berpartisipasi.

Kedua; kesadaran cicilan. Panjangnya waktu pemutakhiran daftar pemilih dengan metode yang berliku wajib disertai dengan kesabaran dalam menyelesaikan persoalan satu per satu.

Jika ditemukan persoalan segera diselesaikan waktu itu juga, jangan ditunggu apalagi dibiarkan. Apabila persoalan muncul saat tahapan pencocokan dan penelitian maka diselesaikan pada tahapan itu juga.

Apabila terdapat masukan dari masyarakat saat DPS, maka jangan ditunggu perbaikannya hingga DPT ditetapkan.

Pokoknya jangan sampai menunggu di ujung masa. Akhirnya akan menjadi bom waktu. Ibaratkan punya hutang, cicil dari sekarang, agar tidak semakin besar beban yang ditanggung nantinya.

Oleh karena itu, sering-seringlah KPU dan Bawaslu sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan untuk berkoordinasi dan berbagi peran yang saling menguatkan.

Kalaupun tidak berbagi data pemilih karena dinilai sebagai informasi pribadi atau dikecualikan, setidaknya keduanya bisa memeriksa data pemilih dari wadah yang sama.

Kesepakatan ini penting karena, sekali lagi, daripada meledak di ujung, sebaiknya problem data pemilih yang berkaitan dengan data kependudukan diselesaikan secara bertahap.

Daripada muncul tsunami, lebih baik menyelesaikan sedikit demi sedikit. Meskipun tidak selesai seluruhnya, lama-lama persoalannya berkurang.

Ketiga; kesadaran terbatas, keterbatasan dan perbatasan. Penyelenggara pemilu harus menyadari, setinggi-tingginya kewenangan dalam pemutakhiran daftar pemilih tetap mempunyai kekuatan yang terbatas.

Pastilah tetap membutuhkan partisipasi warga untuk melaporkan jika ada anggota keluarga yang meninggal dunia, pindah alamat atau beralih status menjadi TNI/Polri. Makanya bukalah ruang laporan seluas-luasnya.

Selain itu penyelenggara pemilu juga wajib menaruh perhatian penuh terhadap kelompok pemilih yang memiliki keterbatasan tertentu, misalnya, pemilih disabilitas, orang tua, tuna wisma dan kelompok marginal lainnya.

Mereka adalah pemilih yang juga memiliki hak sehingga perlu diberikan informasi yang kuat di mana dan bagaimana menggunakan hak pilihnya secara bebas dan mandiri.

Berikutnya, penyelenggara pemilu juga wajib mendeteksi penduduk yang ada di perbatasan. Yaitu warga negara yang tinggal di hutan, nelayan yang berbulan-bulan melaut, warga yang tinggal di pulau terluar dan daerah-daerah terpencil lainnya.

Biasanya tidak memiliki dokumen kependudukan karena wilayah yang ditinggali juga bukan wilayah administratif.

Pemenuhan hak pilih diawali dengan pemenuhan dokumen kependudukan serta status tanah dan air yang dijadikan tumpuan kehidupan.

Pada akhirnya, menjalankan tahapan pemutakhiran daftar pemilih bukan hanya mencatat, mencoret dan menetapkan saja. Tetapi juga harus disertai niat kuat untuk memudahkan hak dan meningkatkan partisipasi pemilih. Agar pemilu bisa lebih berkualitas.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/27/11003671/menjaga-hak-pilih-di-seluruh-negeri

Terkini Lainnya

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke