Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Masykurudin Hafidz
Peneliti

Founder CM Managemet & Direktur P3M Jakarta. Lahir di ujung pulau Jawa Banyuwangi. Masa kecil di pesantren. Remaja mempelajari ilmu-ilmu filsafat. Saat ini bergerak di bidang demokrasi dan kepemiluan.

Menjaga Hak Pilih di Seluruh Negeri

Kompas.com - 27/01/2023, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMENTERIAN Dalam Negeri telah menyampaikan data potensial pemilih dalam Pemilu 2024 ke KPU sebesar 204 juta.

KPU secara berkelanjutan juga telah melakukan pemutakhiran daftar pemilih dari pemilu terakhir sebanyak 190 juta. Terdapat selisih kurang lebih 14 juta.

Jika dirinci, data Kemendagri sebanyak 204.656.053 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 102.181.591 (49,93 persen) jiwa dan perempuan sebanyak 102.474.462 (50,07 persen) jiwa.

Jumlah itu meliputi 38 Provinsi termasuk daerah otomom baru, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya, serta 514 kabupaten/kota.

Sementara data KPU sebesar 190.022.169 pemilih, dengan rincian 94.829.962 (49,90 persen) dan 95.192.207 (50,10 persen).

Data direkapitulasi dari 34 Provinsi (sebelum Papua dan Papua Barat dipecah), 514 kabupaten/kota, 7.240 Kecamatan, 83.414 desa/kelurahan dan 700.011 TPS.

Jika keduanya akurat, maka proses sinkronisasi antara data Kemendagri dengan KPU ditambah dengan pemilih baru berasal dari selisih 14 juta, itulah data pemilih Pemilu 2024.

Kedua belah pihak tinggal duduk bersama di hadapan Bawaslu melakukan pemadanan dan bereslah daftar pemilih pemilu mendatang.

Tidak semudah itu!

Pengalaman pelaksanaan pemilu membuktikan, hasil pemilu yang digugat selalu mendasarkan pada daftar pemilih yang tidak akurat.

Penyebabnya beragam. Dari seluruh persoalan yang ada, setidaknya bisa dikelompokkan dalam dua bagian; kualitas datanya dan proses pemutakhirannya.

Dalam hal kualitas data, beragamnya sumber data menjadi faktor utama. Penyusunan daftar pemilih memperhatikan data kependudukan, data kementerian luar negeri, kementerian sosial, TNI, Polri, rumah sakit, rumah tahanan, panti-panti, kampus hingga pondok pesantren.

Tidak adanya sumber data penduduk dari satu pintu dan pengelolaan satu atap, pada akhirnya memberikan dampak data ganda dari pemilih tunggal.

Belum lagi kepada penduduk yang memiliki hak pilih tetapi belum memiliki dokumen kependudukan. Sehingga perlu menunggu proses perekaman KTP-elektronik agar hak pilih bisa digunakan.

Berdasarkan dari sumber yang beragam itulah lalu dibuatkan proses pemutakhiran yang ketat, panjang, dan berliku.

Sehingga proses pendaftaran pemilih berlaku hampir sepanjang tahapan pemilu. Tujuannya agar daftar pemilih menjadi akurat. Tapi tidak jarang hasilnya justru meleset.

Sinkronisasi data Kemendagri dan KPU adalah tahapan awal. Hasil pemadanan tersebut kemudian diturunkan ke masing-masing kabupaten/kota untuk dilakukan pencocokan dan penelitian.

Hasilnya dijadikan Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk diberi masukan banyak pihak. Hasil masukan tersebut diwujudkan dalam Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP).

Setelah dilakukan rekapitulasi berjenjang, kemudian ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap oleh KPU Kabupaten/Kota untuk dijadikan dasar berapa jumlah logistik pemilu yang dibutuhkan.

Tidak berhenti di situ, setelah ditetapkan menjadi DPT, pemilih yang ternyata memilih untuk pindah memilih ke tempat lain dimasukkan dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

Adapun penduduk yang baru memiliki KTP elektronik setelah ditetapkannya DPT atau memiliki KTP tetapi tidak terdaftar di DPT, maka dimasukkan dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) di hari pemungutan suara nanti. Tentu dengan syarat keterbatasan wilayah di mana dia bisa menggunakan hak asasinya.

Dua tantangan itulah problemetika penyusunan daftar pemilih yang menahun. Persoalannya sudah bisa ditebak sejak awal, tapi solusi konkret belum ada yang menemukan hingga bisa keluar dari lubang jarum.

Cara pandang baru

Oleh karena itu, menyikapi situasi yang berulang-ulang ini perlu dilakukan dengan cara pandang yang berbeda.

Cara pandang yang memiliki kesadaran yang kuat. Sadar memastikan pendataan pemilih tidak bisa dilakukan dengan cara sok-sok’an, hanya bertumpu pada ketentuan dan mempertahankannya mati-matian.

Setidaknya terdapat tiga cara dalam mengubah cara pandang agar proses pemutakhiran daftar pemilih semakin enak dijalani.

Pertama; kesadaran akurasi. Percayalah, sekuat-kuatnya penyelenggara pemilu menyempurnakan data pemilih, data tersebut tidak akan bersih dari pemilih yang tidak memenuhi syarat.

Sepanjang KPU dan Bawaslu tidak memiliki kewenangan menghentikan kematian, maka pemilih yang sudah meninggal tetap akan ada dalam daftar pemilih.

Oleh karena itu, turunkanlah niat untuk membuat daftar pemilih bersih dari pemilih wafat. Sepanjang pemilih masih bernapas, KPU wajib mencatatnya.

Jika sudah menjadi DPT dan ditemukan pemilih meninggal dunia, maka Bawaslu melakukan rekomendasi untuk melakukan penandaan saja.

Titik tolaknya adalah penyelenggara pemilu fokus pada pemenuhan hak sekaligus membuat pemilih terdaftar menggunakan hak tersebut.

Proses pemutakhiran satu napas dengan tingginya partisipasi. Pendaftaran pemilih sejatinya adalah menguatkan partisipasi, agar orang yang terdaftar juga menggunakannya untuk datang ke TPS dan melakukan pencoblosan.

Kurangi perhatian yang melulu bertumpu pada sisi akurat atau tidak akurat. Apalagi menggembar-gemborkan data invalid, tetapi lupa akan subtansinya. Semakin kuat pada kekurangan akurasi, berpotensi membuat pemilih enggan untuk berpartisipasi.

Kedua; kesadaran cicilan. Panjangnya waktu pemutakhiran daftar pemilih dengan metode yang berliku wajib disertai dengan kesabaran dalam menyelesaikan persoalan satu per satu.

Jika ditemukan persoalan segera diselesaikan waktu itu juga, jangan ditunggu apalagi dibiarkan. Apabila persoalan muncul saat tahapan pencocokan dan penelitian maka diselesaikan pada tahapan itu juga.

Apabila terdapat masukan dari masyarakat saat DPS, maka jangan ditunggu perbaikannya hingga DPT ditetapkan.

Pokoknya jangan sampai menunggu di ujung masa. Akhirnya akan menjadi bom waktu. Ibaratkan punya hutang, cicil dari sekarang, agar tidak semakin besar beban yang ditanggung nantinya.

Oleh karena itu, sering-seringlah KPU dan Bawaslu sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan untuk berkoordinasi dan berbagi peran yang saling menguatkan.

Kalaupun tidak berbagi data pemilih karena dinilai sebagai informasi pribadi atau dikecualikan, setidaknya keduanya bisa memeriksa data pemilih dari wadah yang sama.

Kesepakatan ini penting karena, sekali lagi, daripada meledak di ujung, sebaiknya problem data pemilih yang berkaitan dengan data kependudukan diselesaikan secara bertahap.

Daripada muncul tsunami, lebih baik menyelesaikan sedikit demi sedikit. Meskipun tidak selesai seluruhnya, lama-lama persoalannya berkurang.

Ketiga; kesadaran terbatas, keterbatasan dan perbatasan. Penyelenggara pemilu harus menyadari, setinggi-tingginya kewenangan dalam pemutakhiran daftar pemilih tetap mempunyai kekuatan yang terbatas.

Pastilah tetap membutuhkan partisipasi warga untuk melaporkan jika ada anggota keluarga yang meninggal dunia, pindah alamat atau beralih status menjadi TNI/Polri. Makanya bukalah ruang laporan seluas-luasnya.

Selain itu penyelenggara pemilu juga wajib menaruh perhatian penuh terhadap kelompok pemilih yang memiliki keterbatasan tertentu, misalnya, pemilih disabilitas, orang tua, tuna wisma dan kelompok marginal lainnya.

Mereka adalah pemilih yang juga memiliki hak sehingga perlu diberikan informasi yang kuat di mana dan bagaimana menggunakan hak pilihnya secara bebas dan mandiri.

Berikutnya, penyelenggara pemilu juga wajib mendeteksi penduduk yang ada di perbatasan. Yaitu warga negara yang tinggal di hutan, nelayan yang berbulan-bulan melaut, warga yang tinggal di pulau terluar dan daerah-daerah terpencil lainnya.

Biasanya tidak memiliki dokumen kependudukan karena wilayah yang ditinggali juga bukan wilayah administratif.

Pemenuhan hak pilih diawali dengan pemenuhan dokumen kependudukan serta status tanah dan air yang dijadikan tumpuan kehidupan.

Pada akhirnya, menjalankan tahapan pemutakhiran daftar pemilih bukan hanya mencatat, mencoret dan menetapkan saja. Tetapi juga harus disertai niat kuat untuk memudahkan hak dan meningkatkan partisipasi pemilih. Agar pemilu bisa lebih berkualitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com