JAKARTA, KOMPAS.com - Dalih wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun guna meredam eskalasi pemilihan kepala desa (pilkades) menjelang pemilihan umum (Pemilu 2024) dinilai mengada-ada.
"Padahal jadwal politik elektoral sebetulnya adalah agenda rutin, sehingga menjadikannya sebagai alasan merupakan suatu hal yang mengada-ada serta meremehkan kemampuan masyarakat mengelola konflik," kata peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) M Nur Ramadhan dalam keterangannya seperti dikutip Kompas.com, Kamis (26/1/2023).
Menurut Nur, jika memang terjadi dinamika dalam Pilkades tetap sulit menemukan hubungannya dengan rentang masa jabatan selama 6 tahun sebagaimana diatur saat ini.
Selain itu, Nur juga menilai wacana perpanjangan masa jabatan kades bertolak belakang dengan semangat pembatasan kekuasaan dalam prinsip negara hukum di Indonesia.
Apalagi ada tuntutan supaya perpanjangan masa jabatan itu diterapkan selama 3 periode.
Baca juga: Mendes Bantah Rayu Kades dengan Perpanjangan Masa Jabatan: Enggak Mungkin Mereka Bisa Digoda
Menurut Nur, tuntutan 3 periode jabatan memperlihatkan kepala desa seolah abai dengan fakta sejarah yakni semakin lama seseorang memegang jabatan, maka semakin tinggi peluang penyelewengan yang bisa terjadi.
"Hal ini menunjukkan pembatasan masa jabatan penting sebagai langkah preventif agar perilaku pelanggengan masa jabatan yang kerap terjadi karena semata alasan kekuasan agar tidak terulang lagi," ucap Nur.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan usulan perpanjangan masa jabatan kades yang menjadi polemik bukan berasal dari pemerintah pusat, partai politik maupun Presiden Joko Widodo.
"Enggak ada keinginan dari pusat, baik kementerian maupun Presiden, parpol," ujar Gus Halim kepada Kompas.com, Rabu (25/1/2023).
Baca juga: Mendes Tegaskan Usulan Perpanjangan Masa Jabatan Kades Bukan dari Presiden dan Parpol
Perpanjangan masa jabatan yang dimaksud yakni dari satu periode selama 6 tahun menjadi 9 tahun.
Menurut Gus Halim, panggilan akrab Abdul Halim, usulan tersebut berasal dari bawah, baik dari masukan para kades maupun masyarakat.
Gus Halim mengungkapkan, semula kementeriannya berinisiatif untuk meninjau kembali Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Tujuannya untuk persiapan revisi UU tersebut. Sebab menurutnya aturan yang sudah berusia sembilan tahun itu butuh perbaikan.
"Karena desa kan perkembangannya sudah bagus. Tetapi juga masih banyak persoalan di desa. Maka revisi UU Desa dirasa diperlukan untuk pembangunan desa lebih baik," katanya.
Baca juga: Mendes Sayangkan Ada Permintaan soal Total Masa Jabatan Kades 27 Tahun
Menurutnya, isu perpanjangan masa jabatan kades menjadi yang paling seksi dari sekian poin pembahasan. Sehingga isu tersebut kemudian mengemuka ke publik.