JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengatakan perlu untuk bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas soal sistem proporsional terbuka atau tertutup terkait penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Syaikhu mengungkapkan, 8 partai politik (parpol) termasuk PKS sudah menyatakan sikap untuk menolak sistem pemilu proporsional tertutup.
“Nanti kita lihat, memang nanti perlu menghadap Presiden. Kita akan bersama-sama, yang 8 partai ini akan tetap bersama-sama,” ujar Syaikhu ditemui di kantor DPP PKS, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (20/1/2023).
Ia mengaku optimis Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan agar Pemilu 2024 berjalan dengan sistem proporsional terbuka.
Baca juga: Perludem Harap Wacana Ubah Sistem Pemilu Dilakukan lewat Proses Legislasi yang Partisipatif
Syaikhu lantas mengungkapkan pihaknya juga sudah mengajukan permohonan sebagai pihak terkait dalam gugatan uji materi sistem proporsional terbuka ke MK.
“Kita harapkan bahwa sepakat dengan 8 partai untuk melakukan usulan proporsional terbuka, bahkan PKS bersedia menjadi pihak terkait dan sudah mengajukan ke MK,” katanya.
Dikutip dari laman PKS.id, permohonan sebagai pihak terkait telah diajukan ke MK pada Senin (9/1/2023) pekan lalu.
Pengajuan itu diwakili oleh Wakil Sekretaris Jenderal PKS Zainudin Paru.
“Pendaftaran permohonan sebagai pihak terkait untuk meminta MK tetap konsisten dengan putusannya pada 2008 lalu,” kata Zainudin Paru.
“Bahwa pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka sesuai Pasal 168 Ayat 2 UU Pemilu Tahun 2017,” ujarnya lagi.
Baca juga: MK Tunda Lagi Sidang Lanjutan Sistem Proporsional Terbuka karena Permintaan DPR
Diketahui, ada uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.
Namun, mayoritas parpol yang duduk di Parlemen sepakat untuk mendukung agar pemilu tetap berlangsung dengan sistem proporsional terbuka.
Kemudian, MK sejatinya telah menggelar sidang perdana pada Selasa (17/1/2023) untuk mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan para pihak terkait.
Namun, sidang ditunda karena DPR meminta agar sidang digelar secara luring bukan daring.
"Kemarin Mahkamah Konstitusi menerima surat dari DPR yang ditandatangani oleh sekretaris jenderal atas nama pimpinan, yang pada intinya memohon agar sidang yang semula dilaksanakan secara daring atau online diubah menjadi secara luring/tatap muka di ruang sidang Mahkamah Konstitusi," ungkap Ketua MK Anwar Usman dikutip dari siaran langsung akun resmi YouTube MK, Selasa.
Baca juga: Mahfud: Proporsional Terbuka atau Tertutup Urusan Legiatif, Bukan MK
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.