Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penataan Dapil 2024 Akan "Copas" 2019, Pakar Ungkap Potensi Masalah Hukumnya

Kompas.com - 17/01/2023, 15:56 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Charles Simabura menilai, ada masalah hukum yang berpotensi muncul jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membuat Peraturan KPU tentang penataan daerah pemilihan (dapil) DPR RI dan DPRD provinsi yang isinya menyalin ulang format lama.

"Jangan-jangan nanti saat sengketa hasil pemilu, bisa saja pemohon mendalilkan 'saya dirugikan dengan penataan dapil seperti ini karena mengabaikan putusan MK, akhirnya saya tidak terpilih'," kata Charles dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, dikutip Selasa (17/1/2023).

Sebagai informasi, putusan Mahkamah Konstitusi nomor 80/PUU-XX/2022 telah memberi KPU kewenangan menata ulang dapil DPR dan DPRD provinsi lewat Peraturan KPU.

Baca juga: DKPP Buka Suara Atas Tudingan Merestui Intervensi DPR ke KPU soal Dapil

Sebelumnya, dapil DPR dan DPRD provinsi merupakan kewenangan Senayan yang dikunci lewat Lampiran III dan IV UU Pemilu, yang belakangan dinyatakan MK inkonstitusional.

Namun, untuk Pemilu 2024, DPR RI dinilai telah mengintervensi KPU RI untuk sepakat menggunakan dapil Pemilu 2019 yang bersumber dari Lampiran III dan IV UU Pemilu serta Perppu Pemilu, meskipun dalam bentuk Peraturan KPU.

Ini adalah kesepakatan berdasarkan hasil Rapat Kerja pada Rabu (11/1/2023).

Charles menilai, KPU RI di satu sisi telah menaati putusan MK, karena secara formil dapil 2024 akan diatur di Peraturan KPU.

Akan tetapi, lembaga penyelenggara pemilu itu juga dianggap mengabaikan putusan MK secara substansial.

Baca juga: DPR Dinilai Harusnya Cukup Awasi KPU soal Penentuan Dapil

Masalah hukum seperti ini, kata Charles, bisa dimanfaatkan oleh caleg yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan yang dianggap bakal "panjang urusannya" jika diajukan usai Pemilu 2024.

"Orang kan kalau sudah kalah, aspek-aspek kelemahan konstitusional ini bakal dimanfaatkan," kata Charles.

Ia meminta KPU RI dan DPR berpikir panjang sebelum mengeksekusi kesepakatan itu.

Peraturan KPU soal penataan dapil 2024 ini juga dinilai berpotensi digugat ke Mahkamah Agung, jika isinya menuruti keinginan DPR RI.

Baca juga: Pemerintah, DPR, Bawaslu, dan DKPP Dinilai Ikut Dikte KPU Soal Penataan Dapil

"Jadi kalau PKPU hanya fotokopi saja Lampiran III dan IV, secara formal diikuti tapi secara substansial tidak, berarti kan bertentangan dengan putusan MK itu," ujar guru besar ilmu politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti, ketika dihubungi Kompas.com pada Jumat (13/1/2023).

"Kalau nanti PKPU itu sama dengan Lampiran III dan IV, apakah bisa digugat ke MA? Bisa saja, kenapa tidak? Karena bertentangan dengan putusan MK," tambah eks Ketua KPU RI itu.

Ramlan yang sebelumnya juga dilibatkan KPU RI sebagai anggota tim pakar penataan ulang dapil DPR dan DPRD provinsi, berpendapat bahwa putusan MK mau tidak mau harus dibaca sebagai perintah untuk mengubah kebijakan dapil yang selama ini ada di UU Pemilu.

Baca juga: Anggota Tim Pakar Kaget KPU Manut DPR soal Dapil Pemilu 2024, Abaikan Kajian

Halaman:


Terkini Lainnya

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com