Keikutsertaan Indonesia sebagai negara peserta (contracting state) Marrakesh Treaty, akan berdampak pada semakin terbukanya akses bagi para penyandang tuna netra dan terhadap berbagai karya cipta yang diterbitkan baik nasional maupun internasional.
Selain karya cipta nasional, karya-karya cipta internasional justru memiliki nilai sangat penting, seperti berbagai published works dalam berbagai format termasuk Braille, teks dengan huruf cetak besar dan audio books untuk meningkatkan kualitas hidup dan ilmu pengetahuan.
Ratifikasi Marrakesh Treaty memberikan kewajiban kepada semua negara peserta, termasuk Indonesia, untuk mengadopsi isi perjanjian internasional ke dalam berbagai ketentuan hukum nasionalnya, yang mencakup norma untuk memperbolehkan reproduksi, distribusi, dan penyediaan published works yang dapat diakses oleh para penyandang disabilitas tersebut.
Namun demikian, Marrakesh Treaty juga tetap menghargai dan melindungi para pencipta dan penerbit. Marrakesh Treaty mengatur pelindungan bagi pencipta dan penerbit dari penyalahgunaan atau distribusi karya ciptanya di luar penerima manfaat (beneficiaries).
Dalam rilis resminya pada 13 Oktober 2022 di laman www.who.int, yang berjudul Vision Impairment and Blindness, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa gangguan penglihatan berkorelasi dengan produktivitas global.
Penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan adalah kesalahan refraksi yang tidak dikoreksi dan katarak.
WHO menyatakan bahwa mayoritas orang dengan gangguan penglihatan dan kebutaan berusia di atas 50 tahun; namun, kehilangan penglihatan dapat memengaruhi orang-orang dari segala usia.
Data WHO menunjukan secara global, setidaknya 2,2 miliar orang memiliki gangguan penglihatan dekat atau jauh. Lebih jauh diingatkan bahwa setidaknya 1 miliar atau hampir separuh gangguan penglihatan dapat dicegah atau masih harus ditangani.
Bagaimana dengan Indonesia? Karena adanya keterbatasan penglihatan dan kemampuan mobilisasi penyandang, di Indonesia tunanetra menempati urutan pertama di antara semua kategori disabilitas lainnya dalam hal limiting condition (Susenas, 2006).
Data Kementerian Kesehatan RI menunjukan bahwa jumlah penyandang disabilitas tunanetra di Indonesia mencapai 1,5 persen keseluruhan penduduk Indonesia.
Jika saat ini jumlah penduduk di Indonesia mencapai lebih dari 270 juta jiwa, maka jumlah penyandang disabilitas tunanetra berada pada kisaran 4 juta jiwa.
Berdasar data ini maka penyandang tunanetra perlu mendapatkan fasilitasi dan perlakuan khusus, untuk mengurangi kendala beraktivitas, termasuk untuk mengakses berbagai published works dalam berbagai format, Braille, teks dengan huruf cetak besar dan audio books. sebagai obyek hak cipta dan ilmu pengetahuan.
Ratifikasi Marrakesh Treaty diharapkan semakin mendorong upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak tersebut.
Bagi Indonesia, Ratifikasi Perjanjian ini menunjukan kepedulian tinggi bagi penyandang disabilitas.
Ratifikasi ini memerlukan segera peraturan implementasi dan kebijakan pragmatis untuk menjamin hak akses tersebut. Ketentuan itu dapat dibuat dalam Peraturan Pemerintah Peraturan Presiden, atau Peraturan Menteri terkait.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.