JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad memberi penjelasan kenapa Gerindra tidak mengirim perwakilan ke pertemuan mayoritas partai politik (parpol) DPR yang menolak sistem proporsional tertutup.
Sejatinya, 8 dari 9 fraksi partai politik di DPR menolak keras sistem proporsional tertutup. Hanya PDI-P yang setuju sistem proporsional terbuka untuk pemilu.
Namun, dalam pertemuan yang digelar Minggu (8/1/2022) kemarin, hanya 7 partai yang hadir lantaran Gerindra absen.
Dasco menegaskan bahwa walau Gerindra tidak hadir, tetapi mereka tetap tegas menolak sistem proporsional tertutup.
Baca juga: Beragam Alasan PDI-P Dukung Pemilu dengan Proporsional Tertutup yang Ditentang 8 Parpol Lain
"Memang kami baik secara gabungan fraksi di DPR sudah ikut menyatakan bahwa tidak setuju terhadap proporsional tertutup. Ketua umum Pak Prabowo juga sudah menyatakan Gerindra juga tidak setuju dengan proporsional tertutup," ujar Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/1/2023).
"Artinya, pendapat Gerindra dengan 7 partai lain itu adalah sama, tidak setuju terhadap proporsional tertutup," katanya lagi.
Dasco kemudian berdalih Gerindra tidak datang dalam pertemuan yang diadakan mayoritas parpol yang menolak sistem proporsional tertutup itu karena digelar secara mendadak.
Ia mengatakan Prabowo Subianto sudah terlanjur memiliki agenda yang tidak bisa ditunda.
Sementara itu, petinggi Gerindra yang lain sudah dijadwalkan memberikan bantuan banjir di Jawa Tengah.
Walau begitu, kata Dasco, Gerindra tetap berkomunikasi dengan partai-partai yang hadir kemarin.
"Dalam pelaksanaan kegiatan kemarin, kami lakukan komunikasi intens dengan petinggi-petinggi partai lain, terutama dalam membuat konsep kesepakatan, lima poin. Sehingga, di situ disebutkan ada 8 parpol termasuk Gerindra," ujar Dasco.
Dasco kemudian mengakui bahwa sebenarnya undangan untuk pertemuan delapan parpol itu sudah dikirim dua hari sebelumnya.
Hanya saja, agenda yang dimiliki para petinggi Gerindra tetap tidak bisa ditunda lagi.
"Sebenarnya undangannya memang sudah 2 hari. Tetapi, ya terjadwalnya sudah agak lama. Jadi memang kegiatan yang enggak bisa ditunda," katanya.
Baca juga: Prabowo Sebut Gerindra Ingin Caleg Dipilih Langsung oleh Rakyat, Bukan Partai
Sebelumnya, delapan dari sembilan partai politik (parpol) di DPR menyatakan sikap menolak pemilihan umum (pemilu) dengan sistem proporsional tertutup.
Kedelapan parpol itu yakni, Partai Gerindra, Golkar, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Delapan partai tersebut berargumen, sistem proporsional terbuka yang diterapkan di pemilu Indonesia saat ini merupakan kemajuan demokrasi sehingga tak seharusnya diganti.
"Kami tidak ingin demokrasi mundur!” kata Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023).
Baca juga: Soliditas 8 Parpol Jadi Salah Satu Kunci Gagalkan Upaya Pemilu dengan Proporsional Tertutup
Sebaliknya, sistem pemilu proporsional tertutup dinilai sebagai kemunduran demokrasi. Sebab, rakyat tak bisa memilih langsung calon anggota legislatif (caleg) sebagaimana sistem pemilu proporsional terbuka.
Dalam sistem pemilu proporsional tertutup, rakyat hanya dapat memilih parpol. Sementara caleg terpilih ditunjuk oleh partai.
"Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi,” ujar Airlangga.
Airlangga mengatakan, sistem pemilu proporsional terbuka merupakan pilihan tepat. Sistem ini sudah diterapkan pada empat kali pemilu di Tanah Air yakni tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Sistem pemilu proporsional terbuka juga disebut telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22-24/PUU-VI/2008 yang dibacakan pada 23 Desember 2008.
Oleh karena itu, munculnya gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pemilu yang menyoal sistem pemilu propirsional terbuka dinilai bakal menjadi contoh buruk bagi hukum di Indonesia jika saja MK mengabulkan.
"Gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk bagi hukum di Indonesia dan tidak sejalan dengan asas nebis in idem," kata Airlangga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.