Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2022: Pasar Gelap Penunjukan Pj Kepala Daerah Berujung Julukan “Gubernur Giveaway”

Kompas.com - 31/12/2022, 10:17 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebanyak 101 kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, dan bupati di Indonesia akan mengakhiri masa jabatan pada 2022.

Sebanyak itu posisi yang perlu diisi oleh penjabat (pj) kepala daerah, tetapi hingga kini belum terbit aturan teknis terpadu supaya pengangkatan serta kinerja para pj ini transparan dan akuntabel.

Sedianya, orang-orang yang berhak menduduki kursi itu dipilih secara demokratis melalui mekanisme pilkada.

Namun, penyeragaman pilkada pada 2024 membuat pengisian jabatan kepala daerah ibarat pasar gelap, dengan mata uang yang berlaku bernama “kewenangan pemerintah pusat”.

Baca juga: Ombudsman: Ada 170 Pj Kepala Daerah Dilantik Tahun Depan, Publik Harus Dilibatkan

Aturan yang dipakai pemerintah

Pengisian pj kepala daerah sebetulnya merupakan hal lumrah. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengaturnya, spesifik pada Pasal 201.

Dalam beleid tersebut, seorang pj gubernur harus berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya (eselon I), sedangkan pj wali kota/bupati jabatan pimpinan tinggi pratama (eselon II).

Namun demikian, pemerintah tidak menjadikan UU Pilkada sebagai beleid tunggal pengangkatan pj kepala daerah. Mereka merujuk pula sejumlah beleid lain, di antaranya:

1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN

3. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS

4. Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2020 tentang BIN

Baca juga: Simsalabim Pelantikan 88 Pj Kepala Daerah Berujung Gugatan Cucu Bung Hatta ke Jokowi dan Mendagri

Dirujuknya beberapa pasal ini membuat pengangkatan beberapa pj kepala daerah kontroversial, salah satunya yaitu ditunjuknya prajurit aktif sebagai pj kepala daerah. Situasi ini dianggap menghidupkan kembali nuansa Orde Baru dengan dwifungsi ABRI-nya dan membahayakan demokrasi yang baru tumbuh.

Kasus Brigjen Andi Chandra

Brigjen Andi Chandra masih prajurit aktif ketika diangkat Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat, Maluku.

Tito mengatakan, Andi yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Sulawesi Tengah memiliki kapasitas yang diyakininya mumpuni menengahi konflik horizontal di Seram Bagian Barat.

Eks Kapolri itu juga menilai penunjukan Andi yang merupakan prajurit aktif tak bermasalah. Sebab, pemerintah merujuk UU TNI dan Perpres 79/2020.

Dalam UU TNI, prajurit aktif diizinkan menjabat di kantor intelijen negara, sebagai instansi di bawah Kemenkopolhukam. Lalu, pada Perpres 79/2020, jabatan Kepala BIN Daerah ditetapkan sebagai jabatan eselon II.

Baca juga: Rekam Jejak Achmad Marzuki dan Andi Chandra, Penjabat Kepala Daerah Berlatar Belakang Militer

Pemerintah membaca dua beleid itu secara berangkai, membuat mereka yakin bahwa Andi bisa diangkat sebagai PJ Bupati karena memenuhi syarat jabatan eselon II.

Padahal, Pasal 47 UU TNI menegaskan, prajurit akitf hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mundur dan pensiun, kecuali duduk di jabatan tertentu di bawah Kemenkopolhukam.

Pemerintah seakan rabun terhadap substansi demokrasi karena menggunakan kacamata legal-formalistik semacam ini.

Padahal, sebagai prajurit aktif, seandainya Brigjen Andi tersangkut kasus, yang bersangkutan hanya dapat diadili di Peradilan Militer.

"Penjabat kepala daerah yang merupakan prajurit TNI aktif hanya akan dapat diproses melalui sistem peradilan militer yang memiliki catatan akuntabilitas dan transparansi ketika terlibat dengan persoalan hukum pidana," tulis keterangan resmi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan, Rabu (25/5/2022).

Putusan MK

Sementara itu, enam orang WNI mengajukan judicial review atas UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), Februari 2022, yang pada intinya mempersoalkan kontroversi pengangkatan pj kepala daerah dalam ruang gelap.

Baca juga: Minta Penjabat Gubernur DKI Fokus Kerja, Pengamat: Jangan Seolah Disetir Istana

Dalam putusannya, MK menolak permohonan mereka. Namun, dalam 9 pertimbangannya, MK secara eksplisit menilai pemerintah perlu membuat aturan pelaksana pengangkatan pj kepala daerah.

MK menilai, hal ini diperlukan karena pengangkatan pj kepala daerah pada 2022-2024 tidak dapat disamakan dengan pengangkatan pj kepala daerah sebelumnya.

Sedikitnya, 271 kepala daerah akan lengser akibat penundaan pilkada ke 2024. Jumlah ini dianggap terlalu banyak untuk diisi para kandidat tanpa mekanisme pemilihan langsung.

Di samping itu, dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa pj kepala daerah harus memenuhi kualifikasi dan syarat yang diatur undang-undang, kompeten, serta dapat dievaluasi berkala. Mahkamah juga menilai, pengangkatan mereka harus transparan dan akuntabel.

Namun, pemerintah beranggapan bahwa pertimbangan MK tersebut bukan perintah pengadilan yang otomatis wajib dilaksanakan. MK buka suara.

Baca juga: Jokowi dan Mendagri Digugat ke PTUN terkait Pengangkatan Pj Kepala Daerah, Kemendagri Buka Suara

Dalam diskusi Public Virtue, Rabu (25/5/2022), Juru Bicara MK Fajar Laksono mengamini, terdapat pandangan yang memahami bahwa hanya putusan MK-lah yang mengikat, sedangkan pertimbangan MK tidak.

Namun, ia menegaskan, secara teoritik, akademik, dan praktik pertimbangan hukum dalam putusan MK bersifat mengikat.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Nasional
Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Nasional
Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Nasional
Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Nasional
LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Nasional
Ketua BKSAP Perkuat Komitmen Parlemen Anti-Korupsi dan Dorong Demokrasi Lingkungan di Asia Tenggara

Ketua BKSAP Perkuat Komitmen Parlemen Anti-Korupsi dan Dorong Demokrasi Lingkungan di Asia Tenggara

Nasional
Pasal-pasal di RUU Penyiaran Dinilai Berupaya Mengendalikan dan Melemahkan Pers

Pasal-pasal di RUU Penyiaran Dinilai Berupaya Mengendalikan dan Melemahkan Pers

Nasional
Korban Meninggal akibat Banjir Lahar di Sumbar Kembali Bertambah, Total 62 Orang

Korban Meninggal akibat Banjir Lahar di Sumbar Kembali Bertambah, Total 62 Orang

Nasional
Indonesia Dukung Pembentukan Global Water Fund di World Water Forum Ke-10

Indonesia Dukung Pembentukan Global Water Fund di World Water Forum Ke-10

Nasional
Waisak 2024, Puan Ajak Masyarakat Tebar Kebajikan dan Pererat Kerukunan

Waisak 2024, Puan Ajak Masyarakat Tebar Kebajikan dan Pererat Kerukunan

Nasional
Jokowi Ucapkan Selamat Hari Raya Waisak, Harap Kedamaian Selalu Menyertai

Jokowi Ucapkan Selamat Hari Raya Waisak, Harap Kedamaian Selalu Menyertai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com