Mahfud juga menyebut, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat Paniai menjadi titik terang 13 kasus pelanggaran HAM berat yang direkomendasikan Komns HAM. Meskipun hingga saat ini belum terlihat pengerjaannya.
Pembentukan tim penyidik kasus pelanggaran HAM berat Paniai membuahkan hasil setelah empat bulan berjalan.
Akan tetapi, hasilnya jauh dari harapan para korban dan koalisi masyarakat sipil pembela HAM.
Kejaksaan Agung hanya menetapkan satu tersangka untuk kasus pelanggaran HAM berat Paniai.
Penetapan tersangka tersebut dirilis pada 1 April 2022 dengan nomor TAP-01/A/Fh.1/04/2022 dengan tersangka berinisial IS yang diketahui belakangan bernama Isak Sattu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana menjelaskan, tersangka disangkakan melanggar Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 9 huruf a jucto Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Menurut dia, peristiwa pelanggaran HAM berat di Paniai terjadi karena tidak ada pengendalian efektif dari komandan militer yang berada di bawah kekuasaannya.
Selain itu, komandan militer dinilai tidak mencegah perbuatan pasukannya yang semena-mena membredel warga sipil Paniai.
"Akibat kejadian tersebut mengakibatkan jatuhnya korban yakni 4 orang meninggal dunia," kata Ketut.
Setelah menetapkan satu tersangka, Kejaksaan Agung kemudian melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus Makassar, Sulawesi Selatan.
Gimik penyelesaian pelanggaran HAM berat Paniai pun mulai terlihat.
Langkah Kejaksaan Agung untuk melimpahkan berkas perkara di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Makassar menambah daftar kekecewaan korban dan masyarakat sipil pembela HAM.
Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Kasus Paniai 2014 menilai langkah Kejaksaan Agung menggelar sidang di Makassar akan menyulitkan para korban yang tinggal di Paniai untuk bersaksi di pengadilan.
Baca juga: Bersurat ke PBB, Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai Desak Ada Intervensi Kemanusian
Suara kekecewaan itu juga hadir dari Komnas HAM. Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM periode 2017-2022 Amiruddin mengatakan ada banyak saksi dan korban yang memiliki tempat tinggal jauh dari akses pengadilan.
Sebab itu, Amiruddin sempat menantang Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan sekaligus akses korban untuk bersaksi di pengadilan.