Lebih lanjut, Adil pun mengungkapkan, dirinya sudah tiga kali bersurat ke Menteri Keuangan untuk meminta waktu audiensi mengenai permasalahan ini.
Namun tanggapan yang diberikan Kemenkeu selalu memintanya untuk melakukan pertemuan secara online via Zoom.
Padahal, yang diinginkannya adalah melakukan pertemuan langsung dengan pihak Kemenkeu.
Dia pun mengaku sering menghadiri acara-acara yang diisi oleh pihak Kemenkeu dengan maksud bisa menyampaikan keluhannya.
Baca juga: Profil Bupati Meranti yang Marah-marah ke Kemenkeu, Tercatat Punya 73 Tanah
Namun, menurut dia, hal itu sangat sulit dilakukan. Keluhannya pun akhirnya disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri.
"Saya sudah berulang menyurati Bu Menteri (Keuangan), tapi alasannya Kemenkeu mintanya online. Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline, tapi untuk di Kemenkeu susahnya enggak ketulungan," katanya.
"Sampai ke Bandung saya kejar orang ke Kemenkeu, tapi yang hadir orang yang tak berkompeten soal itu (dana bagi hasil). Sampai pada waktu itu saya ngomong, 'Ini orang keuangan isinya nih iblis atau setan'," lanjut Adil.
Dalam rakornas tersebut, hadir pula Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni.
Agus pun meminta Adil untuk menyelesaikan persoalan penghitungan dana bagi hasil dengan melakukan pertemuan bersama Kemenkeu yang didampingi pihaknya.
"Saya kira Pak Bupati (Adil) nanti ada waktu bisa bertemu dengan Pak Dirjen (Luky) dan tim, juga nanti kami ikut, kita sama-sama ya," kata Agus.
"Jadi biar bisa jadi clear (jelas) , bagaimana penghitungannya dan lain-lain. Sehingga nanti bisa ketemu, kenapa sebabnya seperti ini, kenapa ini dimungkinkan. Nanti kita buka ruang komunikasi," lanjutnya.
Sementara itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman sempat berulang kali menjelaskan kepada Adil bahwa formulasi penghitungan dana bagi hasil telah diatur dalam undang-undang.
Baca juga: Bupati Meranti Marah ke Anak Buah Sri Mulyani, Persoalkan Dana Bagi Hasil
Luky menjelaskan, dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) diatur bahwa pembagian DBH diperluas ke daerah lain.
Sehingga, DBH bukan hanya dikembalikan ke daerah penghasil saja.
"Itu kan ada formulanya, misalnya ditetapkan dalam UU itu 85 persen diberikan kepada pusat dan daerah sebesar 15 persen. Kemudian, bukan hanya daerah penghasil, tapi daerah yang berbatasan, daerah pengolahan, dan daerah lainnya sebagai pemerataan," ujar Luky.
"Jadi kalau berdasarkan formula, pasti kami bayarkan, dan formulanya itu," lanjutnya.
Selain itu, Luky pun menjelaskan, bahwa pertemuan secara online memang menjadi budaya kerja baru di Kemenkeu sejak pandemi Covid-19.
Hal itu bertujuan untuk menghemat waktu dan bisa melakukan pertemuan dengan efisien.
Meski demikian, Adil merasa tak puas dengan penjelasan Luky dan menyatakan niatnya untuk meninggalkan ruangan.
Bahkan, ia sempat menyebutkan akan membawa persoalan ini ke jalur hukum.
"Terus terang Pak, saya sudah lapor ke pembina saya Pak Tito (Mendagri), kalau tidak bisa juga, nanti kita ketemu di mahkamah. Izin Pak, saya eneg mandang Bapak di sini, aku tinggalkan lah ini ruangan," ucap Adil.
Namun, pembawa acara sempat meminta Adil untuk bertahan sebab rakornas akan segera berakhir.