Manfaat lain dari hadirnya bioetanol, lanjut Tatang, adalah dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 43 persen termasuk karbondioksida (C02), nitrogen oksida (NOx), partikel partikulat (PM2.5), dan meningkatkan bauran energi terbarukan Indonesia yang ditargetkan mencapai 23 persen pada 2025.
“Penurunan emisi dapat terjadi karena etanol sebagai gasohol memiliki nilai oktan sebesar (RON) 128, sehingga pencampuran dengan bensin akan meningkatkan kadar oktan dan kualitas pembakaran BBM,” kata Tatang.
Meskipun bioetanol memiliki potensi besar, sebut dia, terdapat tantangan dalam pengimplementasiannya sebagai campuran bensin utama, yakni rendahnya produksi bioetanol di Indonesia.
Baca juga: Sinyal Positif Menteri ESDM untuk Vale Indonesia
“Berdasarkan laporan dari ITB juga menyarankan penyesuaian kebijakan untuk menghidupkan implementasi bioetanol di Indonesia. Adapun yang utama adalah penetapan kebijakan harga, pajak, dan subsidi yang tepat sasaran.
“Penerapan terbatas tersebut terjadi di Jatim dan Jakarta sebagai tahap awal dan penyusunan badan layanan umum (BLU), seperti badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit (BPDPKS) untuk mengembangkan industri bioetanol,” jelasnya.
Untuk diketahui, roadmap ITB mempersiapkan pengimplementasian bioetanol dengan target jangka pendek selama tiga tahun, menengah selama lima tahun, dan panjang.
Adapun target jangka-pendek dari roadmap dimulai dengan introduksi campuran lima persen etanol (E5) secara terbatas di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta dan Surabaya.
Campuran E5 etanol tersebut dapat dimasukan ke dalam BBM jenis Pertalite, sehingga kualitas RON akan meningkat setara dengan Pertamax.
Baca juga: Menteri ESDM: Lembaga Pendanaan Dunia Lebih Pilih Danai Proyek EBT
Selain itu, pemerintah juga disarankan untuk membentuk BLU khusus bioetanol seperti BPDPKS Sawit yang bertugas mempromosikan usaha dan meningkatkan sarana prasarana produksi bioetanol.
Untuk menarik demand bioetanol domestik dan menarik investasi di sektor bioetanol, Indonesia secara sementara dapat mengimpor bioetanol sambil meningkatkan kapasitas produksi.
Dengan demikian, riset ITB memperlihatkan bahwa produksi bioetanol berbasis gula sebesar 150 juta liter per tahun dapat menciptakan 83,000 tenaga kerja baik di perkebunan maupun di fasilitas produksi molase dan etanol.
Untuk jangka menengah, pemerintah dapat meningkatkan blending bioetanol menjadi 10 persen etanol (E10) dan mengekspansi program bioetanol ke wilayah Jawa sebagai wilayah pengguna BBM tertinggi.
Dengan implementasi secara bertahap, diharapkan Indonesia dapat mengimplementasikan campuran bioetanol sebesar 15 persen etanol (E15) di seluruh wilayah pada 2031.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.