Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deretan Polisi Terjerat Kasus Hukum namun Tak Kunjung Disidang Etik, dari Irjen Napoleon hingga Irjen Teddy Minahasa

Kompas.com - 06/12/2022, 17:30 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ada sejumlah anggota polisi yang terjerat kasus hukum, namun belum disidang etik oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

Bahkan, beberapa kasus hukum yang melibatkan anggota tersebut sudah selesai atau inkrah di pengadilan.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI pun turut menyorot fenomena itu. Komisioner Kompolnas RI Yusuf Warsyim mengatakan, pihaknya akan terus memantau terkait proses sidang etik itu.

"Kami terus awasi dan pantau, hanya ada saran-saran yang Kompolnas sampaikan, tidak bisa semua dibuka ke publik. Pada intinya, penegakan kode etik profesi disarankan dilakukan secara profesional, proporsional dan prosedural. Publik sebagai social control dalam penegakan kode etik, tentu lekat untuk dipertimbangkan," ucap Yusuf saat dihubungi, Senin (5/12/2022).

Baca juga: Soal Sidang Etik Irjen Napoleon, Teddy Minahasa, dan Bharada E, Kompolnas Bersurat ke Propam Polri

Secara terpisah, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti juga akan melayangkan surat kepada Kepala Divisi Propam Polri Irjen Syahardiantono menanyakan soal alasan belum digelarnya sidang etik terhadap anggota polisi yang terjerat hukum itu.

Poengky mengatakan, salah satu tugas Polri adalah menyampaikan informasi secara transparan ke publik.

"Kami akan bersurat ke Kadiv Propam. Kompolnas akan menanyakan terkait masih belum dilakukan sidang etik terhadap NB (Napoleon Bonaparte), P (Prasetyo Utomo), dan TM (Teddy Minahasa)," kata Poengky.

Adapun berikut ini rangkuman Kompas.com terkait kasus anggota polisi bermasalah yang belum disidang etik.

Irjen Napoleon Bonaparte

Irjen Napoleon Bonaparte adalah polisi yang terjerat kasus hukum karena menerima suap dalam kasus kepengurusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Polisi menetapkan Napoleon sebagai tersangka dalam kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra 14 Agustus 2020.

Polisi juga menduga Irjen Napoleon melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus itu.

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, Irjen Napoleon ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi melakukan serangkaian gelar perkara.

“Laporan hasil gelarnya demikian,” ujar Komjen Agus Andrianto kepada wartawan seperti dikutip dari Kompas.tv, Rabu (22/9/2020).

Baca juga: Kompolnas Soroti Soal Pelaksanaan Sidang Etik Bharada E, Irjen Napoleon, hingga Irjen Teddy Minahasa

Terkait kasus suap tersebut, Irjen Napoleon divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Napoleon dinilai melanggar Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tak hanya terjerat kasus suap, saat Napoleon mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, ia melakukan penganiayaan terhadap rekan satu selnya, yakni Muhammad Kosman alias M Kace.

Dalam perkara itu, Irjen Napoleon Bonaparte divonis selama 5 bulan 15 hari penjara. Napoleon terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penganiayaan terhadap M Kece di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri pada Agustus 2021 lalu.

Atas perbuatan itu, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri itu terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 351 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

Brigjen Prasetyo Utomo

Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo telah ditetapkan tersangka karena menyalahgunakan wewenangnya dengan mengeluarkan surat jalan untuk buron Djoko Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra pada 2020.

Prasetyo diduga melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri.

"Yang bersangkutan dicopot dari jabatan dalam rangka pemeriksaan," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono melalui keterangan tertulis, Rabu (15/7/2020).

Dalam kasus ini, Prasetyo pun dijatuhi hukuman 3 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Prasetyo dinyatakan terbukti menerima 100.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra. Uang itu diberikan melalui pengusaha Tommy Sumardi selaku perantara.

Prasetyo dinilai terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga: Polri Sebut AKBP Bambang Kayun Sudah Jalani Sidang Etik di Propam

Akan tetapi, hingga saat ini belum ada informasi soal pelaksanaan sidang etik terhadap Napoleon dan Prasetyo meski kasusnya sudah inkrah.

Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J

Di akhir tahun 2022, mencuat lagi kasus hukum yang melibatkan anggota polisi. Dari total 3 anggota polisi yang menjadi terdakwa pembunuhan berencana kasus pembunuhan Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, ada 2 di antaranya yang belum disidang etik.

Adapun dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J telah ditetapkan 5 tersangka yakni tiga polisi dan dua sipil.

Ketiga anggota polilsi itu adalah Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan dua ajudannya yakni Bripka Ricky Rizal dan Bharada Richard Eliezer.

Terhadap Sambo telah dilakukan sidang etik dan disanksi pemecatan. Namun terhadap Bharada Richard dan Bripka Ricky masih belum ada informasi soal sidang etik.

Menurut Komisioner Kompolnas RI Yusuf Warsyim, kasus Bharada Richard perlu dituntaskan lebih dahulu di pengadilan hingga inkrah baru dilaksanakan penegakan etikanya.

"Penegakan etika tentu lekat dengan mempertimbangkan bagaimana kepatutan publik. Karena sorotan publik, maka Bharada E patut dituntaskan dulu sidang peradilan hingga mendapat putusan pengadilan yang inkrah," kata Yusuf saat dihubungi, Senin 5 Desember.

Kasus terhadap mereka saat ini masih berposes di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Atas perbuatannya, Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Terdakwa obstruction of justice kematian Brigadir J

Dalam kasus Brigadir J, Polri juga menetapkan tujuh tersangka yang kini menjadi terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J.

Dari total tujuh tersangka itu, ada dua terdakwa yang belum disidang etik yaitu AKP Irfan Widyanto dan AKBP Arif Rahman Arifin.

Baca juga: Pengacara Sebut Brigjen Hendra Kurniawan Akan Hadiri Sidang Etik Polri

Sementara itu, lima terdakwa lainnya sudah menjalani sanksi etik berupa pemecatan.

Adapun kasus hukum obstruction of justice itu juga masih beproses di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Irjen Teddy Minahasa

Irjen Pol Teddy Minahasa ditetapkan sebagai tersangka kasus peredaran narkoba pada Senin (17/10/2022). Kasusnya saat ini masih berproses di Polda Metro Jaya.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya mengatakan, pengungkapan keterlibatan Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkoba terungkap dari penyelidikan penyidik Polda Metro Jaya.

Baca juga: Teddy Minahasa Merasa Dikambinghitamkan AKBP Dody Prawiranegara Usai Tertangkap Simpan Sabu

Dalam proses penyelidikan, Polda Metro Jaya mengungkap jaringan pengedar narkoba dan menangkap tiga warga sipil.

Setelah itu, kata Sigit, penyidik Polda Metro Jaya melakukan pengembangan dan ternyata menemukan keterlibatan dua polisi lain.

Pengembangan penyelidikan pun terus dilakukan sampai akhirnya penyidik menemukan keterlibatan oknum anggota polri berpangkat AKBP, mantan Kapolres Bukittinggi, hingga Irjen Pol Teddy Minahasa.

Teddy dijerat Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com