Kalau pengadilan tertinggi sudah rusak, kepada siapa lagi pencari keadilan berharap? Lembaga Yudikatif adalah lembaga yang diharapkan untuk menjadi gerbang keadilan, bagi siapapun pencari keadilan.
Lima tahun terakhir, MA memperlihatkan wajah yang kurang elok. Di mana begitu banyak perkara korupsi yang dihukum ringan di pengadilan, banyak kasus korupsi yang merugikan negara, bahkan diputus bebas. Hal ini memperlihatkan betapa ganjilnya kerja pengadilan belakangan ini.
Sebenarnya harapan terakhir kita adalah lembaga peradilan, apabila eksekutif dan legislatif hancur-hancuran.
Karena para hakim-hakim itu dijuluki “wakil Tuhan” di muka bumi yang menjaga manusia dari kewenangan-wenangan, ketidakadilan dan kejahatan, baik itu oleh negara maupun antarwarga negara.
Karena itu hakim ditekankan harus independen, harus merdeka, tidak bisa dintervensi, tidak bisa disuap dan mereka benar-benar bekerja demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tapi kalau Mahkamah Agung sudah dimasuki oleh manusia-manusia bermoral rendah, bagaimana mungkin keadilan dapat ditegakkan?
Apakah masih ada keagungan? Masihkah ada keadilan, masihkan ada Ketuhanan Yang Maha Esa?
Bagi saya, perilaku Dimyati dan Gazalba adalah penghinaan terhadap nilai Keadilan dan Ketuhanan. Sehingga mereka harus dihukum seberat-beratnya.
Dari jumlah hakim di MA 51 orang itu, kalau sebagian saja melakukan jual beli perkara runtuhlah dunia peradilan kita. Semoga saja tidak.
Dengan adanya kasus ini, MA mau memperbaiki diri dan membenahi institusinya secara serius.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.