Menurut dia, jika MA melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan yang dijalankan dalam rangka tugas pokok terkait operasi militer selain perang, maka seharusnya kebijakan itu didasarkan kepada keputusan politik negara, yakni atas kesepakatan pemerintah dan DPR.
Hal itu, kata Al Araf, tercantum dalam Pasal 7 ayat 3 UU TNI.
Baca juga: Disebut Sarang Koruptor, MA: Berlebihan dan Melampui Batas
"Dengan demikian, kebijakan MA untuk melibatkan prajurit TNI sebagai satuan pengamanan di lingkungan MA bertentangan dengan UU TNI dan mengganggu profesionalitas TNI karena menarik jauh TNI ke dalam tugas-tugas sipil di luar tugas pokok dan fungsinya," ucap Al Araf.
Al Araf melanjutkan, ketimbang menggandeng personel TNI sebagai tenaga pengamanan gedung, seharusnya MA segera menyelesaikan reformasi peradilan supaya dapat mudah diakses dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Selain itu, lanjut Al Araf, MA seharusnya memberikan masukan dan mendorong pemerintah dan DPR untuk merevisi UU Peradilan Militer.
Al Araf mengatakan, reformasi peradilan militer merupakan mandat dari UU 34/2004 tentang TNI.
Baca juga: Ada Korupsi di MA, KPK Perlu Buka Posko Pengaduan Korban Putusan Pengadilan
Pasal 65 Ayat (2) UU TNI menyebutkan, “prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.”
"Selain itu, upaya mewujudkan reformasi peradilan militer merupakan sebuah kewajiban konstitusional yang harus dijalankan pemerintah dan parlemen. Upaya mengubah peradilan militer adalah suatu langkah konstitusional untuk menerapkan prinsip persamaan di hadapan hukum secara konsisten," papar Al Araf.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Teo Reffelsen, turut mengkritik keputusan MA yang menggandeng personel TNI sebagai tenaga pengamanan.
“Pengamanan Mahkamah Agung dengan melibatkan Prajurit TNI tanpa urgensi yang jelas merupakan kebijakan yang kacau," kata Teo dalam keterangannya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/11/2022).
Baca juga: Pimpinan MA Didesak Mundur Usai Dua Hakim Agung dan Pegawai Jadi Tersangka
Teo mengatakan, dengan meminta bantuan personel militer sebagai satuan pengamanan maka MA seolah tidak memahami hal itu bertentangan dengan tugas pokok dan fungsi TNI yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004.
Teo melanjutkan, MA juga pernah menerapkan kebijakan meminta bantuan personel TNI untuk pengamanan sidang tertentu melalui Peraturan MA (Perma) Nomor 5 Tahun 2020.
Menurut Teo, kebijakan MA menggunakan personel TNI sebagai tenaga pengamanan sudah sepatutnya dihentikan karena justru memicu perdebatan.
"Hal tersebut harus dicabut dan dibatalkan. Masyarakat ingin TNI lebih profesional dan lembaga yudisial yang independen dan akuntabel, bukan sebaliknya," ujar Teo.
Baca juga: Disebut Sarang Koruptor, MA Tak Akan Polisikan Desmond Mahesa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.