Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prajurit TNI AU Ini Bantah BAP yang Sebut "Dana Komando" Hanya Bisa Digunakan Atas Perintah Eks KSAU

Kompas.com - 07/11/2022, 23:09 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dana komando sebesar Rp 17,7 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland (AW)-101 tahun 2016-2017 disebut hanya bisa digunakan atas perintah eks Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna.

Hal ini diungkapkan Jaksa KPK saat membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Kaur Yar Kepala Pemegang kas (Pekas) Mabes TNI AU, Joko Sulistiyanto saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101.

Kasus ini menjerat Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka. Eks KSAU Agus Supriatna diduga menerima jatah Rp 17,7 miliar yang disebut sebagai ‘dana komando’.

Baca juga: Saksi Sebut Uang Rp 17,7 M dari Tersangka Korupsi AW-101 Dana Keikhlasan

“Dana komando hanya dapat digunakan atas perintah KSAU Marsekal Agus Supriatna,” kata Jaksa membacakan BAP Joko nomor 13 di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).

Dalam BAP itu, Joko mengaku ketentuan bahwa uang Rp 17,7 miliar hanya bisa digunakan Agus merupakan arahan dari Kepala Pemegang Kas (Pekas) Mabes TNI AU tahun 2015-Februari 2017, Letkol Adm Wisnu Wicaksono.

Joko mengaku pihaknya tidak pernah mengetahui rincian penggunaan dana komando tersebut.

Namun demikian, Joko mengaku tidak pernah menyampaikan hal tersebut kendati sudah tertulis dalam BAP dan telah dibubuhi tanda tangan.

Baca juga: Perwira TNI AU di Sidang Korupsi Helikopter AW-101: Karir Saya Hancur gara-gara Ini

Ia mengaku hanya membaca sekilas BAP tersebut dan membubuhkan tanda tangan.

“Siap, kami tidak pernah mengatakan itu,” ujar Joko.

“Karena waktu itu terus terang kami baca sepintas saat tanda tangan tapi perintah seperti itu, tidak pernah,” tambahnya.

Dalam BAP lainnya yang dibacakan jaksa, Joko mengaku diperintahkan untuk mencatat uang Rp 17,7 miliar sebagai dana komando AW-101.

Menurutnya, istilah dana komando merupakan frasa yang disebut dari mitra TNI AU. Sementara, dalam nomenklatur uang itu ditulis sebagai dana mitra.

Baca juga: Di Sidang, Jaksa Ungkap Dana Komando Petinggi AU 4 Persen dari Cashback Beli Heli AW-101

Menurutnya, semua uang yang masuk ke dan keluar berada di bawah perintah Pekas. Setelah tiba, uang tunai miliaran rupiah itu kemudian disimpan di dalam brankas.

“Uang setelah cash dibawa disimpan di mana?” cecar Jaksa.

“Di brankas,” ujarnya.

“Tahu apakah disimpan di rekening?” tanya Jaksa lagi.

“Di berapa rekening enggak tahu, tapi diperintahkan di rekening ini, ini, ini,” timpal Joko.

Sebelumnya, Irfan didakwa membuat negara rugi Rp 738,9 miliar. Selain itu, Jaksa juga menyebut kasus ini menyangkut sejumlah pejabat TNI AU, termasuk mantan Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna.

Baca juga: Jaksa KPK Hadirkan Perwira Tinggi TNI AU di Sidang Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101

Agus disebut mendapatkan jatah Rp 17.733.600.000 yang disebut sebagai dana komando atau cashback 4 persen dari pembayaran termin pertama tersebut.

Selain mendakwa Irfan merugikan negara miliaran rupiah, Jaksa juga mendakwanya memperkaya diri sendiri sebesar Rp 183.207.870.911,13.

Kemudian, memperkaya mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (purnawirawan) Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar.

Kemudian, memperkaya korporasi yakni Agusta Westland sebesar 29.500.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 391.616.035.000 dan perusahaan Lejardo. Pte.Ltd sebesar 10.950.826,37 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 146.342.494.088,87.

Baca juga: 5 Saksi Kasus Helikopter AW-101 Dihadirkan, 3 di Antaranya Prajurit TNI AU

“Memperkaya orang lain yakni Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000,” ujar Arief.

Irfan didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bantahan Agus

Sebelumnya, Agus melalui kuasa hukumnya, Pahrozi, menyebutkan bahwa isi dakwaan yang disusun jaksa KPK merupakan tudingan tendensius dan pesanan.

Ada dua indikator yang mendasari pernyataannya tersebut.

Pertama, kata dia, di dalam dakwaan disebutkan bila terdakwa bersama-sama dengan kliennya, salah satunya menerima sesuatu dari terdakwa. Namun, tidak disebutkan di dalam dakwaan apakah kliennya menerima atau tidak uang yang diberikan terdakwa. 

“Kita bicara dakwaan, dakwaan itu kan tuduhan, dalil. Sangat tendensius. Yang kedua, patut diduga kuat merupakan pesanan,” kata Pahrozi, Kamis (13/10/2022).

Baca juga: Jaksa KPK Minta Bantuan Jenderal Andika Perkasa untuk Panggil Eks KSAU Agus Supriatna

 

Ia pun menilai bila dakwaan yang disampaikan jaksa merupakan tuduhan yang serius, melukai rasa keadilan dan merendahkan martabat purnawirawan TNI.

Ia mengklaim, Agus bahkan belum pernah melihat pengusaha itu, alih-alih menerima uang dari Irfan.

“Jangankan melihat, ada janji apapun tidak pernah dengan swasta,” ujarnya.

Di sisi lain, ia juga mempersoalkan isi dakwaan lantaran sebelumnya Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menghentikan perkara ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com