JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komsi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut perwira petinggi TNI Angkatan Udara (AU) membenarkan adanya dugaan cashback atau pengembalian dana 4 persen dari pembayaran pembelian helikopter Agusta Westland (AW)-101 2016-2017.
Hal ini Jaksa ungkapkan saat mencecar saksi Direktur Pusat Kelaikan Keselamatan Terbang dan Kerja TNI Angkatan Udara (Puslaiklambangjaau) Marsekal Pertama Fachri Adamy.
Kasus ini menjerat Direktur PT Diratama Mandiri, Irfan Kurnia Saleh. Adapun Fachri merupakan mantan kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Kadisadaau) pada 2016. Saat itu, ia juga menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Mulanya, Jaksa mencecar terkait tahapan pembayaran yang dilakukan TNI AU dalam membeli AW-101 yang sudah dilakukan dua termin yakni 60 persen dan 20 persen. Jaksa mengkonfirmasi apakah Fachri mengetahui adanya pengembalian tersebut.
Baca juga: Pembelaan Eks KSAU Usai Namanya Diseret Dalam Kasus Dugaan Korupsi Helikopter AW-101
"Pada saat pencairan pertama 60 persen ini ada pengembalian uang cash back, itu 4 persen kepada Dinas Keuangan, saksi tahu?” tanya Jaksa di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).
Merespons pertanyaan ini, Fachri mengaku tidak tahu. Ia juga menyebut cashback 4 persen tidak diatur dalam kontrak pembelian AW-101.
Belum berhenti, Jaksa kemudian mengkonfrontir pengakuan Fachri dengan pernyataan saksi pada persidangan sebelumnya.
Menurut Jaksa, mereka menyatakan adanya dana komando (Dako) sebesar 4 persen dalam pembayaran pembelian AW-101.
“Saya tidak tahu ada dana komando karena itu di luar tupoksi saya sebagai PPK di dalam pengadaan barang dan jasa ini,” timpal Fachri.
Menanggapi hal ini, Jaksa kemudian membacakan keterangan yang disampaikan Fachri saat diperiksa penyidik KPK.
Baca juga: Disebut Terlibat Korupsi Helikopter AW-101, Eks KSAU: Jaksa Asal Bicara Tanpa Bukti
Jaksa menuturkan, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nomor 17, Fachri mengaku mengetahui terdapat ‘dana komando’.
Ia mengaku mendengar ‘dana komando’ dari Kepala Pemegang Kas (Pekas) Letkol Administrasi Wisnu Wicaksono pada saat akan dilakukan pembayaran Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
“Besarnya dana komando sebesar 4 persen dari setiap pembayaran termin,” kata Jaksa membacakan BAP Fachri.
Adapun besaran termin pertama dengan pembayaran 60 persen adalah senilai Rp 436.689.900.000 atau Rp 436 miliar.
Baca juga: Helikopter AW-101 Disebut Tak Bisa Dipelihara karena Dipasang Police Line
Jaksa melanjutkan, Fachri kemudian mengaku dirinya tidak mengetahui siapa yang memerintahkan ketentuan ‘dana komando’ tersebut.
“Bila dihitung besarnya dana komando dalam rupiah termin pertama ada Rp 17 miliar,” kata Jaksa mengutip BAP Fachri.
Fachri kemudian menyebut dana komando tersebut telah dikembalikan Wisnu kepada Irfan Kurnia Saleh. Hal ini ia ketahui selama proses penyidikan di Polisi Militer (POM) TNI.
Dalam persidangan sebelumnya, Bintara urusan Bayar MArkas Besar TNI AU, Sigit Suswanto mengatakan keberadaan ‘dana komando’ 4 persen merupakan hal yang sering dilakukan.
Sigit diketahui merupakan prajurit aktif TNI yang bertugas memegang kas di Mabes TNI AU.
“Dalam (pengadaan heli) AW-101 tidak ada kekhususan 4 persen, jadi semuanya sudah rutinitas,” kata Sigit sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (31/10/2022).
Sebagai informasi, Jaksa mendakwa perbuatan Irfan membuat negara merugi Rp 738,9 miliar. Selain itu, Jaksa juga menyebut kasus ini menyangkut sejumlah pejabat TNI AU, termasuk mantan Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna.
Baca juga: Eks KSAU Disebut Dapat Jatah Rp 17,7 Miliar dari Korupsi Pembelian Helikopter AW 101
Agus disebut mendapatkan jatah Rp 17.733.600.000 yang disebut sebagai dana komando atau cashback 4 persen dari pembayaran termin pertama tersebut.
Selain mendakwa Irfan merugikan negara miliaran rupiah, Jaksa juga mendakwanya memperkaya diri sendiri sebesar Rp 183.207.870.911,13.
Kemudian, memperkaya mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (purnawirawan) Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar.
Baca juga: Kilas Balik Pembelian Helikopter AW-101: Sempat Ditentang Jokowi, Kini Jadi Kasus Korupsi
Kemudian, memperkaya korporasi yakni Agusta Westland sebesar 29.500.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 391.616.035.000 dan perusahaan Lejardo. Pte.Ltd sebesar 10.950.826,37 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 146.342.494.088,87.
“Memperkaya orang lain yakni Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000,” ujar Arief.
Irfan didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.