Konferensi The 8th Parliamentary Speakers’ Summit yang dihelat pada 5-7 Oktober 2022 di Jakarta dinilai sebagai momentum tepat menyosialisasikan transisi energi dari energi fosil menuju energi berkelanjutan.
Baca juga: Asal-Usul Panel Surya, Energi Terbarukan Idaman
Adapun upaya Komisi VII DPR RI mendorong terwujudnya transisi energi serta melahirkan RUU merupakan wujud political will parlemen.
"Parlemen telah melalui proses kesepakatan lintas fraksi. Kami harus betul-betul saling mendorong satu sama lain untuk membuktikan bahwa transisi energi dan pengembangan sektor EBET adalah isu yang patut diperjuangkan," tambahnya.
Bila politic willingness sudah berjalan, lanjut Roro, RUU EBET diharapkan dapat disahkan menjadi undang-undang menjelang gelaran KTT G20 mendatang. Hal ini juga sejalan dengan komitmen Ketua Komisi VII DPR RI.
Meski begitu, upaya tersebut bergantung pada political will pemerintah yang ditunjukkan dengan kesegeraan penyampaian DIM.
Baca juga: 5 Contoh Energi Terbarukan
Roro menambahkan, UU EBET akan memiliki sejumlah fungsi. Pertama, sebagai undang-undang yang memayungi bauran EBET. Kedua, menjadi undang-undang sektor, khususnya energi terbarukan. Ketiga, diusulkan sebagai lex specialis atau undang-undang yang bersifat khusus.
Regulasi dalam bentuk UU tersebut juga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, penguatan kelembagaan dan tata kelola, penciptaan iklim investasi yang kondusif, serta sumber EBET untuk pembangunan industri dan ekonomi nasional.
“Pada intinya, melalui RUU EBET, DPR berharap portofolio sektor energi di Indonesia semakin luas. Tak hanya didominasi energi berbasis fosil, tetapi juga energi ramah lingkungan. Pasalnya, pembangkit listrik di Indonesia saat ini 80 persen masih menggunakan energi batu bara,” jelas Roro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.