Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernah Usulkan "Restorative Justice" untuk Kasus Korupsi, Johanis Tanak: Itu Cuma Opini

Kompas.com - 28/10/2022, 12:06 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru saja dilantik, Johanis Tanak memberikan penjelasan atas penerapan restorative justice (prinsip peradilan restoratif) untuk tindak pidana korupsi yang pernah diusulkannya.

Usulan itu pernah disampaikannya saat mengikuti proses fit and proper test sebagai calon pimpinan KPK di Komisi III DPR pada 28 September lalu.

"Itu kan cuma opini, bukan aturan. Tapi pandangan sebagai akademisi tentunya bisa saja. Tapi bagaimana realisasinya tentunya nanti lihat aturan," kata Johanis usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).

Baca juga: Johanis Tanak Jadi Wakil Ketua KPK, Firli: Sinergi Semakin Meningkat

Dalam kesempatan itu, Johanis juga mengungkapkan komitmennya terhadap tugas barunya di KPK, yakni bagaimana melaksanakan tugas sesuai peraturan perundangan

"Kalau kita mengatakan melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku, tentunya tidak akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan," tambahnya.

Johanis sebelumnya mengusulkan agar restorative justice tidak hanya diterapkan di kasus tindak pidana umum, tapi juga di perkara tindak pidana korupsi.

Baca juga: Dilantik jadi Pimpinan KPK, Johanis Tanak Berkomtimen Tak Langgar Etik

Namun, dia belum tahu apakah usulannya itu bakal diterima atau tidak.

Johanis menilai, restorative justice bisa diterapkan terhadap koruptor.

Menurut dia, usulannya ini dapat dilakukan, meskipun Pasal 4 dalam UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatakan bahwa apabila ditemukan adanya kerugian keuangan negara, tidak menghapus proses tindak pidana korupsi.

Baca juga: Johanis Tanak Dilantik, Firli: Akhirnya 5 Pimpinan KPK Lengkap

Johanis saat itu mengatakan mencoba menerapkan restorative justice dalam korupsi dengan menggunakan UU Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Di mana, apabila BPK menemukan suatu kerugian keuangan negara, maka BPK akan memberikan kesempatan selama 60 hari kepada yang diduga melakukan kerugian keuangan negara untuk mengembalikkan kerugian negara," tutur dia.

Johanis mengatakan, dengan kembalinya uang negara, artinya pembangunan dapat berlanjut.

Walau demikian, si terduga pelaku tindak pidana sudah melakukan satu perbuatan yang menghambat pelaksanaan proses pembangunan.

Baca juga: Jokowi Lantik Johanis Tanak sebagai Wakil Ketua KPK Besok

"Kalau saya boleh mengilustrasikan, kalau saya pinjam uang di bank, maka saya akan dikenakan bunga. Kemudian ketika saya melakukan penyimpangan, maka saya dapat dikenakan denda. Jadi selain membayar bunga, membayar denda juga," kata Johanis.

Dengan demikian, ketika ada orang yang melakukan tindak pidana korupsi, Johanis berharap pelaku itu mau mengembalikkan uang yang diambil.

Sang pelaku, kata Johanis, juga dikenakan denda. Johanis mencontohkan, jika pelaku merugikan negara Rp 10 juta, maka orang tersebut harus mengembalikan uang kepaea negara sebesar Rp 20 juta.

Baca juga: Jokowi Resmi Lantik Johanis Tanak Jadi Wakil Ketua KPK

"Begitu juga pak ketika penindakan. Jadi restorative justice ini ketika sudah ada restorative justice, dia bisa mengembalikan, kita tidak proses. Tapi mengembalikan tidak sejumlah yang dikorupsi, tetapi 2 kali lipat atau 3 kali lipat dia mengembalikan," kata dia.

"Maka tidak perlu diproses secara hukum. Karena ketika dia diproses secara hukum, seperti yang saya sampaikan tadi, maka kerugian keuangan negara akan bertambah, bukan berkurang," ujar Johanis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com