Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Rasyid Ridha
Pengacara

Advokat/pengacara publik YLBHI-LBH Jakarta; mahasiswa Magister Ilmu Hukum konsentrasi Socio-Legal Studies Universitas Indonesia

"Quo Vadis" Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat?

Kompas.com - 28/10/2022, 10:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASYARAKAT adat di Indonesia saat ini menjadi salah satu kelompok yang terus dimarjinalkan.

Berdasarkan catatan akhir tahun AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) 2021, terdapat sekitar 103.717 jiwa masyarakat adat di Indonesia yang mengalami konflik ruang hidup. Sebagian besar di antaranya terancam digusur dari tanah kelahirannya. Situasi  ini tentu mengenaskan.

Tahun 2020 AMAN mencatat bahwa ada sekitar 70 juta anggota masyarakat Adat yang terbagi menjadi 2.371 komunitas adat dan tersebar di 31 provinsi. Mereka telah eksis lama, jauh sebelum Indonesia merdeka.

Baca juga: Berencana Gugat Pemerintah Australia di Pengadilan Canberra, Masyarakat Adat NTT Minta Dukungan Pemerintah Pusat

Hingga detik ini mereka masih berpegang teguh serta melestarikan nilai-nilai, pengetahuan, dan peradaban warisan leluhurnya. Meski begitu secara politik dan hukum, upaya pengakuan dan perlindungan masyarakat adat tampaknya masih minim.

Indonesia belum memiliki undang-undang tentang masyarakat adat, pengakuan eksistensinya dalam konstitusi, khususnya Pasal 18b ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dirasa masih setengah hati.

Ini dapat dilihat dalam rumusan pasal tersebut yang menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Rumusan pasal itu problematik, mengingat pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat bisa dilakukan sejauh dianggap “masih hidup”, dan “sesuai perkembangan masyarakat”.

Artinya, masyarakat adat hanya bisa diakui dan dihormati dengan menggunakan kacamata eksternal atau sudut pandang orang lain di luar masyarakat adat itu sendiri. Pengakuan terbatas hanya diberikan kepada masyarakat adat yang dianggap masih hidup. Artinya, hanya komunitas masyarakat adat yang tersisa dan eksis hingga saat ini yang diakui.

Di sisi lain, dalam studi antropologi masyarakat adat, terdapat kecenderungan “kembang kempis” pada eksistensi masyarakat adat.

Dalam satu fase, bisa jadi eksistensi masyarakat tersebut melemah bahkan menghilang untuk beberapa saat. Namun di fase kemudian, eksistensinya justru lahir kembali dan menguat karena berbagai macam faktor.

Misalnya karena faktor terbentuknya suatu komunitas warga yang baru merumuskan pakem-pakem adatnya tersendiri dalam satu teritori tertentu, atau ada komunitas warga yang menggali nilai-nilai ajaran leluhurnya dan mencoba menghidupkannya kembali, ataupun karena faktor lainnya.

Kecenderungan-kecenderungan ini yang tak terbaca oleh konstitusi Indonesia saat hendak mengakui keberadaan masyarakat adat.

Selain itu, masyarakat adat baru bisa diakui dan dihormati sejauh dianggap “sesuai dengan perkembangan masyarakat”. Tidak ada indikator yang jelas terkait apa yang dimaksud sebagai “perkembangan masyarakat”.

Bila yang dimaksud adalah perkembangan dalam artian masyarakat modern dan industrial, maka itu artinya sama dengan membunuh jati diri masyarakat adat yang pada dirinya memang tegas tidak menjadikan nilai-nilai modernisme dan industrialisme sebagai pegangan kehidupan sehari-harinya.

Baca juga: Kongres Masyarakat Adat Nusantara VI di Jayapura Disambut Baik Masyarakat Setempat

Ironisnya di saat yang bersamaan pada saat ini, masyarakat adat diposisikan sebagai “objek atau barang antik dan kuno”, alias sebagai barang koleksi semata. Ini terjadi khususnya dalam konteks bisnis industri pariwisata, di mana warisan budaya dan peradaban masyarakat adat dieksploitasi dan dijadikan sebagai barang tontonan dan jualan bagi wisatawan manca negara khususnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com