Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Rasyid Ridha
Pengacara

Advokat/pengacara publik YLBHI-LBH Jakarta; mahasiswa Magister Ilmu Hukum konsentrasi Socio-Legal Studies Universitas Indonesia

"Quo Vadis" Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat?

Kompas.com - 28/10/2022, 10:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun spirit terdalam yang eksis dalam masyarakat adat seperti nilai-nilai kearifan lokal, penghormatan terhadap leluhur, lingkungan hidup dan alam semesta, kultur gotong royong, perihal adab-adaban, dan sebagainya, tidak dilirik dan didalami sama sekali. Padahal hal-hal tersebut merupakan tatanan dan tuntunan yang eksis di masyarakat adat.

Perlahan-lahan ia justru dihabisi secara halus baik melalui operasi pembangunan oleh negara, ekspansi syiar-syiar agama dan budaya modern ke pedalaman komunitas adat, ataupun lewat ekspansi bisnis korporasi.

Tertinggal jauh dari negara lain

Praktik pengakuan dan perlindungan hukum masyarakat adat di Indonesia tampaknya tertinggal jauh dengan negara-negara lain.

Selandia Baru, Kanada, beberapa negara di Amerika Latin merupakan negara-negara yang dapat dianggap paling maju saat ini dalam menelurkan kebijakan pengakuan dan perlindungan hukum masyarakat adat.

Negara-negara tersebut selain mengakui secara konsekuen keberadaan masyarakat adat di level konstitusi maupun undang-undang (act), juga membuat serangkaian kebijakan lainnya yang berhubungan dengan isu ini. Misalnya terkait perlindungan warisan budaya dan ruang hidupnya, ajaran leluhurnya, institusi sosialnya, bahkan mengarusutamakan pembahasan mengenai masyarakat adat di universitas-universitas dengan adanya berbagai fakultas maupun program studi terkait masyarakat adat.

Selandia Baru juga memberikan proteksi yang penuh terhadap ruang hidup maupun warisan budaya masyarakat adat. Mereka juga memberikan porsi khusus (semacam kebijakan afirmasi) bagi perwakilan komunitas masyarakat adat untuk menduduki porsi khusus di parlemen, mengingat banyak dari kebijakan-kebijakan pemerintah dan industri ternyata yang bersinggungan dengan masyarakat adat.

Baca juga: Pemberdayaan Masyarakat Adat, Kemendikbud Ristek Gelar Ritual Buka Kampung

Kondisi itu berkebalikan dengan di Indonesia, di mana agenda pengakuan politik dan hukum atas eksistensi masyarakat adat justru jalan di tempat. Warisan nilai, ajaran, dan pengetahuan warisan leluhurnya terus tergerus. Sirkulasi pengetahuan di institusi-institusi pendidikan tinggi hari ini pun relatif masih didominasi oleh akselerasi dunia industri, kapitalisme, serta kepentingan politik keagamaan tertentu.

Sebagai contoh dapat dilihat dari banyaknya universitas, institut, maupun sekolah tinggi yang menggunakan embel-embel identitas agama tertentu, mengkaji pengetahuan keagamaan, dan mendapatkan sokongan dana yang besar dari anggaran publik. Di sisi lain, hingga saat ini tidak ada universitas adat Nusantara di Indonesia, juga tidak banyak mahasiswa, peneliti, maupun dosen yang mau secara konsisten memperkuat dan mengarusutamakan pengetahuan masyarakat adat di level institusi akademik.

Disadari atau tidak, pada akhirnya masyarakat adatlah yang merupakan penjaga gawang terakhir dalam universe yang disebut sebagai Indonesia maupun Nusantara. Mereka adalah komunitas yang konsisten mempertahankan ajaran dan nilai warisan leluhur Nusantara hingga detik ini, yang kuat akan ajaran spiritualisme, ramah terhadap keberagaman, kaya akan kreasi estetikanya, sekaligus hormat terhadap tatanan lingkungan hidup yang lestari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com