“Mengakibatkan kerugian bagi PT Asabri,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jaksa menyebut bahwa perbuatan korupsi berulang Benny Tjokrosaputro bisa menjadi alasan pemberat dalam menjatuhkan hukuman pidana korupsi.
Sementara, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 disebutkan ancaman hukuman pidana minimum khusus yang bertujuan membuat upaya mencapai tujuan menjadi efektif.
Baca juga: Hari Ini, Benny Tjokrosaputro Jalani Sidang Tuntutan Kasus Asabri
“Yaitu menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi dan ancaman pidana mati yang merupakan pemberatan pidana,” kata Jaksa.
Jaksa lantas menilai perbuatan Benny telah memenuhi keadaan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dengan dasar adanya alasan pemberat ini, maka untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi bisa menjadi efektif maka hukuman mati diterapkan kepada Benny Tjokro.
“Pidana mati dapat diterapkan kepada pelaku tindak pidana korupsi yang dalam hal ini terdakwa Benny Tjokrosaputro,” tutur Jaksa.
Sebelumnya, Jaksa menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman mati bagi Benny Tjokro.
Baca juga: Pengadilan Tinggi DKI Kuatkan Vonis Seumur Hidup Benny Tjokrosaputro di Kasus Jiwasraya
Selain itu, Benny juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp Rp5,733. Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Benny tidak sanggup membayar, maka harta bendanya akan dilelang untuk menutup uang pengganti itu.
“Menghukum terdakwa Benny Tjokrosaputro dengan pidana mati,” kata Jaksa.
Adapun perbuatan dugaan korupsi Benny dilakukan bersama-sama dengan tujuh terdakwa lain.
Mereka adalah Direktur Utama PT Asabri periode Maret 2016 – Juli 2020 Letjen Purn Sonny Widjaja, Dirut PT Asabri 2012 – Maret 2016 Mayjen Purn Adam Rachmat Damiri.
Lalu, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri Juli 2014 – Agustus 2019 Hari Setianto, serta Dirut PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) Lukman Purnomosidi.
Baca juga: Benny Tjokrosaputro Gugat Ketua BPK ke PTUN Jakarta Terkait Kasus Jiwasraya
Kemudian, Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2012–Juni 2014, Bachtiar Effendi.
Selain itu, terdapat satu terdakwa yakni, Kepala Divisi Investasi PT Asabri (Persero) periode 1 Juli 2012-29 Desember 2016 Ilham Wardhana Bilang Siregar. Namun, Ilham dinyatakan meninggal dunia pada 31 Juli 2021.
Diketahui, uang PT Asabri bersumber dari dua program peserta Asabri, yakni Tabungan Hari Tua dan dana Program Akumulasi Iuran Pensiun (AIP).
Dana program itu berasal dari gaji pokok TNI, Polri, dan ASN di Kementerian Pertahanan yang dipotong 8 persen per bulan. Rinciannya, Dana Pensiun 4,75 persen dari gaji pokok, dan THT 3,25 persen dari gaji pokok.
Baca juga: Kasus Jiwasraya, Benny Tjokrosaputro Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 6,078 Triliun
Dalam perkara ini, Benny dan terdakwa lainnya didakwa melanggar pidana Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke – 1 KUHP.
Sementara, Heru dan Benny juga didakwa dengan Pasal pencucian uang yakni Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.