Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/10/2022, 09:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna angkat bicara ihwal namanya yang muncul dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AgustaWestland (AW)-101 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam sidang tersebut, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Agus menerima Rp 17,7 miliar dari terdakwa Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway, selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri.

Agus menilai, jaksa telah asal berbicara karena menyeret namanya tanpa bukti keterlibatan dalam kasus ini.

Baca juga: Disebut Terlibat Korupsi Helikopter AW-101, Eks KSAU: Jaksa Asal Bicara Tanpa Bukti

“Sebaiknya nanti tanya jaksa yang asal bicara tanpa bukti data yang jelas, terlihat asal-asalan,sangat tidak profesional,” ujar Agus kepada Kompas.com, Kamis (13/10/2022).

Irfan sebelumnya didakwa telah merugikan negara hingga Rp 738.900.000.000 dalam proyek pengadaan helikopter yang proyeknya ditentang Presiden Joko Widodo itu.

Selain Agus, dalam dakwaan, jaksa menyebut Irfan telah memperkaya perusahaan Lejardo, Pte Ltd sebesar 10.950.826,37 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 146.342.494.088,87 dan perusahaan Agusta Westland sebesar 29.500.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 391.616.035.000.

Baca juga: Detail Spesifikasi Helikopter AW-101 TNI AU yang Dikorupsi

Tudingan tendensius dan pesanan

Sementara itu, Agus melalui kuasa hukumnya, Pahrozi menyebut bahwa isi dakwaan yang disusun jaksa KPK merupakan tudingan tendensius dan pesanan.

Ada dua indikator yang mendasari pernyataannya tersebut. Pertama, kata dia, di dalam dakwaan disebutkan bila terdakwa bersama-sama dengan kliennya, salah satunya menerima sesuatu dari terdakwa.

Namun, tidak disebutkan di dalam dakwaan apakah kliennya menerima atau tidak uang yang diberikan terdakwa.

“Kita bicara dakwaan, dakwaan itu kan tuduhan, dalil. Sangat tendensius. Yang kedua, patut diduga kuat merupakan pesanan,” kata Pahrozi.

Baca juga: KPK Pastikan Eks KSAU Agus Supriatna Akan Dipanggil ke Sidang Kasus Pembelian Helikopter AW-101

Ia pun menilai bila dakwaan yang disampaikan jaksa merupakan tuduhan yang serius, melukai rasa keadilan dan merendahkan martabat purnawirawan TNI.

Ia mengklaim, Agus bahkan belum pernah melihat pengusaha itu, alih-alih menerima uang dari Irfan.

“Jangankan melihat, ada janji apapun tidak pernah dengan swasta,” ujarnya.

Di sisi lain, ia juga mempersoalkan isi dakwaan lantaran sebelumnya Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menghentikan perkara ini.

Baca juga: Kilas Balik Pembelian Helikopter AW-101: Sempat Ditentang Jokowi, Kini Jadi Kasus Korupsi

Serampangan

Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menilai Pahrozi telah melontarkan pernyataan dan tudingan dengan serampangan terhadap kerja jaksa KPK.

Ia juga menyebut pernyataan Pahrozi di ruang publik tidak didudukkan sebagai bentuk pembuktian.

“Membangun narasi dan tuduhan serampangan di ruang publik terhadap kerja Tim Jaksa sama sekali tidak bermakna sebagai pembuktian,” kata Ali.

Ali menegaskan, surat dakwaan yang dibacakan Tim jaksa KPK berdasarkan pada penyidikan yang sah.

Dakwaan tersebut akan dibuktikan di meja hijau dengan terbuka sehingga masyarakat bisa ikut memantau.

Baca juga: Sidang Kasus Dugaan Korupsi Helikopter AW-101 TNI AU: Bekas, Spek Minus, Rugikan Negara Rp 738 M

Selain itu, Ali juga yakin dengan kecukupan alat bukti yang dimiliki KPK terkait korupsi pembelian helikopter itu.

Pihaknya telah memberikan kesempatan kepada Agus untuk menemui penyidik selama proses penyidikan kasus Irfan.

“Namun saksi tidak kooperatif untuk hadir memenuhi panggilan,” ujar Ali.

KPK pun meminta Agus memenuhi panggilan Jaksa sebagai saksi di persidangan kasus tersebut dalam waktu mendatang.

Ali mempersilakan Agus menyampaikan bantahan di muka sidang. Menurut Ali, selain tuduhan kuasa hukum Agus di ruang publik tidak bermakna pembuktian, hal itu dikhawatirkan merugikan kliennya sendiri.

Baca juga: Jaksa Sebut Helikopter AW-101 TNI AU yang Dikorupsi Ternyata Barang Bekas

“Tuduhan tanpa dasar oleh kuasa hukum terhadap hasil penyidikan KPK tersebut dikhawatirkan dinilai sebagai bentuk kepanikan dan justru bisa merugikan klien,” tutur Ali.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Golkar Tak Menutup Kemungkinan Duetkan Airlangga dengan Zulhas

Golkar Tak Menutup Kemungkinan Duetkan Airlangga dengan Zulhas

Nasional
Mahfud MD Ungkap Alasan Kerap 'Speak Up' di Medsos

Mahfud MD Ungkap Alasan Kerap "Speak Up" di Medsos

Nasional
Sidang Etik Irjen Teddy Minahasa Dipimpin Kabaintelkam dan Wairwasum

Sidang Etik Irjen Teddy Minahasa Dipimpin Kabaintelkam dan Wairwasum

Nasional
Polri Tegaskan Laporan Penipuan Jastip Tiket Konser Coldplay di Beberapa Polda Tak Berkaitan

Polri Tegaskan Laporan Penipuan Jastip Tiket Konser Coldplay di Beberapa Polda Tak Berkaitan

Nasional
Ditjen Pas: Mario Dandy Tak Diperlakukan Khusus di Rutan, Dilarang 'Video Call'

Ditjen Pas: Mario Dandy Tak Diperlakukan Khusus di Rutan, Dilarang "Video Call"

Nasional
Riset LSI Denny JA: Sebutan 'Petugas Partai' Lemahkan Ganjar di Hadapan Prabowo

Riset LSI Denny JA: Sebutan "Petugas Partai" Lemahkan Ganjar di Hadapan Prabowo

Nasional
Denny Indrayana Sebut Informasi Putusan MK soal Proporsional Tertutup Kredibel dan Patut Dipercaya

Denny Indrayana Sebut Informasi Putusan MK soal Proporsional Tertutup Kredibel dan Patut Dipercaya

Nasional
Panglima Yudo: TNI Masih Berupaya Bebaskan Pilot Susi Air Tanpa Timbulkan Korban Jiwa

Panglima Yudo: TNI Masih Berupaya Bebaskan Pilot Susi Air Tanpa Timbulkan Korban Jiwa

Nasional
Jadi Tersangka, Keponakan Wamenkumham Ajukan Praperadilan

Jadi Tersangka, Keponakan Wamenkumham Ajukan Praperadilan

Nasional
PDI-P Bakal Hormati Apa Pun Putusan MK soal Sistem Pemilu

PDI-P Bakal Hormati Apa Pun Putusan MK soal Sistem Pemilu

Nasional
Polri Pastikan Promotor Konser Coldplay Tak Terlibat Kasus Penipuan Jastip Tiket

Polri Pastikan Promotor Konser Coldplay Tak Terlibat Kasus Penipuan Jastip Tiket

Nasional
Ada Denda 200 SAR, Jemaah Haji Dilarang Merokok di Kawasan Pemondokan dan Masjid Nabawi

Ada Denda 200 SAR, Jemaah Haji Dilarang Merokok di Kawasan Pemondokan dan Masjid Nabawi

Nasional
Soal Pernyataan Informasi Putusan MK, Denny Indrayana Bantah Bocorkan Rahasia Negara

Soal Pernyataan Informasi Putusan MK, Denny Indrayana Bantah Bocorkan Rahasia Negara

Nasional
KPU Tetapkan 5 Surat Suara dengan Warna Berbeda, Abu-abu untuk Pilpres

KPU Tetapkan 5 Surat Suara dengan Warna Berbeda, Abu-abu untuk Pilpres

Nasional
Dua Tahun Hiatus, Kantin Kontainer Dompet Dhuafa Kembali Bantu Mahasiswa Kurang Mampu di UIN Salatiga

Dua Tahun Hiatus, Kantin Kontainer Dompet Dhuafa Kembali Bantu Mahasiswa Kurang Mampu di UIN Salatiga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com