Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kasus Lukas Enembe, PSI Sebut Kurang Elok jika Hukum Adat Mengesampingkan UU Tipikor

Kompas.com - 13/10/2022, 14:12 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest mengatakan kurang elok jika hukum adat mengesampingkan Undang-Undang (UU).

Hal itu dikatakannya menanggapi kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan gratifikasi Rp 1 miliar dengan tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe.

Diketahui, pengacara Lukas Enembe mengatakan bahwa masyarakat adat di Papua sepakat menyerahkan perkara dugaan korupsi yang dilakukan Enembe ke adat setempat.

"Rasanya kurang elok apabila hukum adat jadi mengesampingkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Rian saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Kamis (13/10/2022).

Baca juga: KPK Tegaskan Penerapan Hukum Adat Tak Pengaruhi Proses Hukum Lukas Enembe

Rian mengakui bahwa hukum adat adalah kekhasan Indonesia yang perlu dijunjung dan diapresiasi.

Ia juga menyebut hukum tertulis tidak mungkin bisa mengatur seluruh kepentingan dalam masyarakat.

Meski demikian, Rian berharap Lukas Enembe harus tetap menjalani proses hukum yang berlangsung di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ada baiknya bila Pak Gubernur Lukas bisa menjalani seluruh proses pemeriksaan di KPK sesuai perundangan yang berlaku," ujarnya.

Baca juga: KPK Panggil Asisten Direktur Tempat Judi di Singapura Terkait Kasus Lukas Enembe

Kemudian, Rian mengatakan, Dewan Adat Papua secara paralel bisa menyelenggarakan forum adat untuk memeriksa Lukas Enembe secara adat. Dengan syarat, pemeriksaan di KPK juga harus terus berjalan.

"Kepatuhan kita semua terhadap hukum positif di Indonesia, yakni UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga harus tetap dijunjung, dan berjalan beriringan bersama pranata adat di Papua. Semua berjalan, tidak saling mengesampingkan," kata Rian.

Sebelumnya, kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Aloysius Renwarin menyebut, masyarakat adat di Papua menyatakan akan menyerahkan perkara dugaan korupsi yang membelit kliennya kepada adat setempat.

Aloysius mengatakan, hal itu dilakukan karena Lukas Enembe telah disahkan sebagai Kepala Suku Besar pada 8 Oktober lalu oleh Dewan Adat Papua yang terdiri dari tujuh suku.

“Berarti semua urusan akan dialihkan kepada adat yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di tanah Papua,” kata Aloysius di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).

Baca juga: Rumitnya KPK Periksa Lukas Enembe: 2 Kali Mangkir, Kini Minta Diperiksa di Lapangan

Aloysius juga mengungkapkan bahwa masyarakat adat di Papua bersepakat meminta Lukas Enembe diperiksa secara terbuka di Jayapura, Papua.

Mereka meminta Lukas diperiksa di tanah lapang sehingga bisa disaksikan masyarakat Papua di tempat terbuka.

“Ketika dia sehat diperiksa di lapangan terbuka sesuai dengan budaya Papua, bukan sembunyi-sembunyi di KPK Jakarta,” ujar Aloysius.

Menurutnya, kesepakatan tersebut juga berlaku dalam teknis pemeriksaan terhadap istri Lukas Enembe, Yulce Wenda dan anaknya, Astract Bona Timoramo Enembe.

Ia menyebut adat Papua melindungi perempuan dan anak. Terlebih, kata Aloysius, dalam perkara ini Bona diperiksa untuk ayahnya.

“Apalagi diperiksa seorang bapaknya, itu dilindungi, tidak bisa sembarang nyelonong sesuai dengan aturan yang adam” ujarnya.

Baca juga: PSI ke Gubernur Papua Lukas Enembe: Kalau Bersih, Kenapa Risih?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com