Data pemerintah yang dihimpun hingga Minggu (2/10/2022) malam, sebanyak 125 orang tewas. Korban yang mengalami luka-luka akibat peristiwa itu sebanyak 299 orang. Rinciannya, 260 orang luka ringan dan 39 luka berat.
Tragis memang. Konon, jumlah korban menjadi yang terbanyak kedua sepanjang sejarah persepakbolaan dunia.
Pada tanggal Pancasila disaktikan, tragedi lain terjadi tahun ini, yaitu di Lapangan Kanjuruhan Malang. Jika kembali ke masa tahun 1965 dan 1966, beberapa analisis psikologi kultural pernah ditulis terkait pembunuhan masif terhadap kader PKI.
Ada semacam budaya "running amok" di Indonesia, kata beberapa pakar, yang menyebabkan peristiwa 1 Oktober atau Gestok diakhiri dengan cerita pilu berkategori tragis.
Bahkan sebagian pihak menggambarkan reaksi publik saat itu dengan istilah "extermination" alias pemusnahan.
Tentu kali ini kasusnya sangat berbeda. Kasus yang ini terjadi di ranah olahraga. Hanya saja, ada ranah psikologi massa yang gagal dikelola oleh para pihak.
Rasa kecewa atas kekalahan dan kebencian mendalam terhadap lawan, jika dipelihara di dalam batin banyak orang dan tidak dikelola dengan aturan main yang jelas, ujungnya bisa tak baik. Peristiwa malang di Kota Malang ini menjadi contoh nyatanya.
Sebagaimana dikabarkan banyak media, pertandingan kali ini diawali dengan dua surat kepolisian yang ternyata kurang ditanggapi oleh manajemen pertandingan, terutama soal waktu pelaksanaan pertandingan.
Insting polisi nampaknya tak meleset. Perpaduan kekecewaan dan kebencian dipelihara secara kolektif dan memuncak di waktu yang tepat, ujungnya ternyata fatal.
Hari kesaktian Pancasila di tahun ini menjadi hari tragis bagi dunia persepakbolaan nasional, bahkan dunia.
Oleh karena itu, investigasi komprehensif perlu dilakukan oleh otoritas terkait, terutama oleh institusi Kepolisian.
Terutama terkait dengan kepatuhan penyelenggara pada kaidah-kaidah penyelenggaran pertandingan. Karena muncul fakta soal jumlah tiket yang beredar ternyata disinyalir melebihi kapasitas stadion.
Federasi Sepabola Nasional harus menjelaskan kepada publik mengapa penyelenggaraan pertandingan sekelas Arema vs Persebaya bisa dilangsungkan dalam tata kelola yang tidak sesuai dengan aturan main yang ada.
Bahkan jika perlu, federasi perlu diminta pertanggungjawaban sesuai aturan main yang ada, baik secara yuridis formal maupun secara legal organisasional, alias tidak sekadar permintaan maaf, lalu mencari kambing hitam.
Kedua, investigasi mendalam terkait kemungkinan reaksi aparat yang tidak selayaknya alias berlebihan. Publik perlu mengetahui apakah reaksi aparat pengamanan yang menggunakan gas air mata sudah memenuhi kaidah pengamanan yang semestinya.