Salin Artikel

Tragedi Sepak Bola Saat Hari Kesaktian Pancasila

Semangat hari Kesaktian Pancasila mulai terasa kembali setelah beberapa tahun belakangan beberapa stasiun televisi nasional mulai menayangkan film pemberontakan G30SPKI, yang di awal reformasi sempat diabaikan begitu saja.

Memang, beberapa penelitian terkini telah berhasil membuktikan bahwa nampaknya sebagian besar dari cerita di dalam film tersebut ada benarnya.

Karena itu, pelan-pelan spirit dari peristiwa yang tepatnya sebenarnya terjadi pagi hari tanggal 1 Oktober itu mulai terasa kembali.

Tak ada yang menduga, bahwa tahun ini akan ada tragedi lain yang mewarnainya, tragedi yang memakan korban tidak sedikit, belum genap sehari setelah Presiden Jokowi memimpin upacara Kesaktian Pancasila.

Sebuah kerusuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah berlangsungnya pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya.

Aremania turun ke lapangan hijau setelah tim kesayangan mereka kalah dari rival bebuyutannya.

Situasi yang tidak kondusif memaksa petugas keamanan untuk bertindak. Alhasil, kericuhan dan kepanikan terjadi, terutama di area tribun Stadion Kanjuruhan.

Banyak korban berjatuhan, baik karena sesak napas maupun karena terinjak-injak. Di beberapa rekaman video amatir yang beredar terlihat di ruangan dalam stadion hingga pintu keluar stadion, banyak korban yang tergeletak, dan beberapa di antaranya meregang nyawa.

Ketika wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir, menurut pantauan, suasana sebenarnya masih tergolong kondusif.

Hanya saja para pemain Persebaya Surabaya memang langsung berlari ke dalam ruang ganti sebagai langkah antisipasi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan.

Sementara itu, para pemain Arema FC berjalan ke tengah lapangan seperti yang biasa mereka lakukan. Mereka bermaksud memberikan penghormatan kepada Aremania yang telah memberikan dukungan penuh di Stadion Kanjuruhan, meski pada akhirnya Singo Edan harus kalah.

Beberapa Aremania yang masuk lapangan tersebut tidak melakukan aksi yang anarkis, tapi justru menghampiri para pemain Singo Edan. Ada yang memeluk Sergio Silva, ada pula yang berbicara dengan kapten tim, Ahmad Alfarizi.

Namun, secara tiba-tiba seorang Aremania masuk lapangan sambil berlari membawa bendera Persebaya Surabaya yang dicoret. Aksi itu diikuti oleh Aremania lainnya yang masuk ke dalam lapangan dan jumlahnya semakin banyak.

Langkah tersebut justru mengawali insiden yang lebih besar. Banyak Aremania akhirnya menjadi korban. Beberapa gas air mata dengan terpaksa akhirnya ikut ditembakkan ke arah tribun, yang membuat kepanikan makin besar.

Data pemerintah yang dihimpun hingga Minggu (2/10/2022) malam, sebanyak 125 orang tewas. Korban yang mengalami luka-luka akibat peristiwa itu sebanyak 299 orang. Rinciannya, 260 orang luka ringan dan 39 luka berat.

Tragis memang. Konon, jumlah korban menjadi yang terbanyak kedua sepanjang sejarah persepakbolaan dunia.

Pada tanggal Pancasila disaktikan, tragedi lain terjadi tahun ini, yaitu di Lapangan Kanjuruhan Malang. Jika kembali ke masa tahun 1965 dan 1966, beberapa analisis psikologi kultural pernah ditulis terkait pembunuhan masif terhadap kader PKI.

Ada semacam budaya "running amok" di Indonesia, kata beberapa pakar, yang menyebabkan peristiwa 1 Oktober atau Gestok diakhiri dengan cerita pilu berkategori tragis.

Bahkan sebagian pihak menggambarkan reaksi publik saat itu dengan istilah "extermination" alias pemusnahan.

Tentu kali ini kasusnya sangat berbeda. Kasus yang ini terjadi di ranah olahraga. Hanya saja, ada ranah psikologi massa yang gagal dikelola oleh para pihak.

Rasa kecewa atas kekalahan dan kebencian mendalam terhadap lawan, jika dipelihara di dalam batin banyak orang dan tidak dikelola dengan aturan main yang jelas, ujungnya bisa tak baik. Peristiwa malang di Kota Malang ini menjadi contoh nyatanya.

Sebagaimana dikabarkan banyak media, pertandingan kali ini diawali dengan dua surat kepolisian yang ternyata kurang ditanggapi oleh manajemen pertandingan, terutama soal waktu pelaksanaan pertandingan.

Insting polisi nampaknya tak meleset. Perpaduan kekecewaan dan kebencian dipelihara secara kolektif dan memuncak di waktu yang tepat, ujungnya ternyata fatal.

Hari kesaktian Pancasila di tahun ini menjadi hari tragis bagi dunia persepakbolaan nasional, bahkan dunia.

Oleh karena itu, investigasi komprehensif perlu dilakukan oleh otoritas terkait, terutama oleh institusi Kepolisian.

Terutama terkait dengan kepatuhan penyelenggara pada kaidah-kaidah penyelenggaran pertandingan. Karena muncul fakta soal jumlah tiket yang beredar ternyata disinyalir melebihi kapasitas stadion.

Federasi Sepabola Nasional harus menjelaskan kepada publik mengapa penyelenggaraan pertandingan sekelas Arema vs Persebaya bisa dilangsungkan dalam tata kelola yang tidak sesuai dengan aturan main yang ada.

Bahkan jika perlu, federasi perlu diminta pertanggungjawaban sesuai aturan main yang ada, baik secara yuridis formal maupun secara legal organisasional, alias tidak sekadar permintaan maaf, lalu mencari kambing hitam.

Kedua, investigasi mendalam terkait kemungkinan reaksi aparat yang tidak selayaknya alias berlebihan. Publik perlu mengetahui apakah reaksi aparat pengamanan yang menggunakan gas air mata sudah memenuhi kaidah pengamanan yang semestinya.

Karena, sebagaimana informasi yang beredar, korban bertumbangan dipicu oleh chaos yang diawali oleh reaksi berupa penghindaran massa atas efek gas air mata.

Investigasi ini sangat penting sifatnya. Karena hal-hal yang semula dianggap sepele oleh penyelenggara dan aparat pengamanan acara, nyatanya sangat berperan besar dalam memicu chaos dan membuat banyaknya korban berjatuhan.

Sebagaimana dikatakan pakar perilaku makhluk hidup asal Inggris bernama Richard Dawkins, "It is unfortunately named, for 'chaos' implies randomness. Chaos in the technical sense is not random at all. It is completely determined, but it depends hugely, in strangely hard to predict ways, on tiny differences in initial conditions".(Sebenarnya penamaan yang kurang tepat jika Chaos itu menandakan keadaan yang acak, karena chaos pada dasarnya tidak acak. Semuanya sudah ditentukan, tetapi semuanya bergantung pada perbedaan kecil di kondisi-kondisi (persyaratan) awal).

Jadi penyimpangan sekecil apapun yang keluar dari norma, kebiasaan, dan aturan formal permainan, sangat berpotensi untuk mengundang mulainya chaos yang menjadi titik awal korban bertumbangan.

Ini semacam "ripple effect", ketika batu kita lempar ke air, maka gelombang yang awalnya timbul kecil, semakin lama akan semakin menyebar dan membesar.

Penyimpangan kecil dari norma yang dimaksud adalah kesengajaan pihak penyelenggara menjual tiket melebihi kapasitas stadion di satu sisi dan penggunaan gas air mata oleh aparat di sisi lain, yang keduanya menjadi pemicu reaksi berantai dan berujung chaos dari penonton.

Apalagi, laga kali ini bukan laga sembarang, tapi laga yang penuh dengan ketegangan psikologis dan historis. Dibutuhkan sistem pengelolaan pertandingan yang sangat profesional di satu sisi dan sistem pengamanan yang superketat di sisi lain, untuk menghindari terjadinya chaos.

Dan terakhir, saya secara personal ingin menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga semua korban insiden ini.

Tidak mudah menerima fakta bahwa nyawa salah satu anggota keluarga kita justru direnggut oleh insiden chaotis yang terjadi pada laga di mana tim kesayangan mereka bermain. Karena itu, saya ikut merasakan kesedihan yang dirasakan keluarga korban tersebut.

https://nasional.kompas.com/read/2022/10/03/06000091/tragedi-sepak-bola-saat-hari-kesaktian-pancasila

Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke