Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Badan Peradilan Pilkada, MK Kabulkan Permohonan Perludem Seluruhnya

Kompas.com - 30/09/2022, 12:23 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan seluruhnya gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Badan Peradilan Khusus yang menyelesaikan perkara perselisihan hasil Pilkada.

Permohonan dengan putusan nomor 85/PUU-XX/2022 ini sebelumnya diajukan oleh Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), diwakili oleh Ketua Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irma Lidarti.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan hasil putusan, dikutip dalam tayangan YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Jumat (30/9/2022).

Adapun uji materi yang diajukan Perludem yaitu Pasal 157 ayat (1), (2), dan ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Baca juga: Perludem: Konstitusi Tutup Ruang Presiden Dua Periode Jadi Cawapres

Pasal itu menyebutkan tentang pembentukan badan peradilan khusus untuk menyelesaikan perkara perselisihan hasil Pilkada yang harus dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak secara nasional.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, yang turut membacakan putusan menyampaikan, permohonan dikabulkan lantaran MK menilai seluruh dalil pemohon beralasan menurut hukum.

Dalam putusannya, hakim menyatakan frasa “sampai dibentuknya badan peradilan khusus” pada Pasal 157 ayat (3) UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945.

"Menyatakan frasa “sampai dibentuknya badan peradilan khusus” pada Pasal 157 ayat (3) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Enny.

Baca juga: Bawaslu dan Konsepsi Badan Peradilan Khusus Pemilu

Enny mengatakan, ada beberapa pertimbangan hukum atas hasil putusan tersebut. Di antaranya, ada inkonstitusionalitas Pasal 157 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada yang membawa implikasi hilangnya kesementaraan yang diatur dalam Pasal 157 ayat (3) Pilkada.

Dengan demikian, kewenangan mahkamah untuk memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan tidak lagi terbatas hanya sampai dibentuknya badan peradilan khusus, melainkan akan bersifat permanen, karena badan peradilan khusus demikian tidak lagi akan dibentuk.

"Demi memperjelas makna Pasal 157 ayat (3) UU 10/2016 yang tidak lagi mengandung sifat kesementaraan, maka menurut Mahkamah frasa ‘sampai dibentuknya badan peradilan khusus’ harus dicoret atau dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945," ucap Enny.

Dalam Pasal 24 dan Pasal 24C UUD 1945 diatur bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan badan peradilan yang berada di bawahnya, serta MK.

Oleh karenanya, menurut mahkamah, menutup kemungkinan dibentuknya suatu badan peradilan khusus pemilihan yang tidak berada di bawah lingkungan MA atau MK.

Baca juga: Komisioner KPU Dorong Pembentukan Badan Peradilan Khusus Pemilu

Sementara itu, membuat peradilan khusus menjadi bagian dari MA atau MK dinilai bukan pilihan yang tepat dan konstitusional. Mengingat latar belakang munculnya peralihan kewenangan mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah pada beberapa periode sebelumnya.

Selain itu, sejak tahun 2008, perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah dilakukan oleh MK.

Halaman:


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com