JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mendorong dibentuknya badan peradilan khusus pemilu.
Nantinya, badan peradilan khusus tersebut berwenang dalam menyelesaikan berbagai sengketa hukum pemilu dalam satu atap.
Usulan ini muncul karena selama ini penyelesaian sengketa pemilu ada di banyak instansi, mulai dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), hingga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Bahwa ke depan itu seharusnya sebagaimana amanat Undang-Undang, penyelesaian sengketa hukum pemilu dalam satu atap itu menjadi penting," kata Pramono saat dihubungi, Selasa (20/11/2018).
Baca juga: KPU: Penyandang Disabilitas Mental Wajib Bawa Rekomendasi Dokter saat Mencoblos
Penyelesaian sengketa yang tidak satu atap, menurut Pramono, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.
Misalnya, sudah ada putusan MA tentang sebuah sengketa. Tetapi, pasca-putusan tersebut Bawaslu daerah justru membuat putusan yang berbeda.
Berdasar pengalaman, kata Pramono, kasus demikian banyak terjadi pasca-pilkada.
Oleh karena itu, ke depannya penting dibuat badan peradilan khusus pemilu.
Pramono melanjutkan, badan peradilan itu bisa dibentuk untuk jangka waktu tertentu (ad hoc) maupun permanen.
Baca juga: KPU Temui Kendala dalam Mendata Pemilih Penyandang Disabilitas Mental
Namun, jika pembentukannya di pusat, ia menyarankan badan peradilan tersebut dibuat secara permanen.
"Tergantung desain yang diputuskan bagaimana. Tapi menurut saya, kalau di pusat sebaiknya permanen, sebab kan penyelenggara pemilu permanen juga," ujar dia.
Pramono mengatakan, ada baiknya badan peradilan itu dibentuk hingga ke level provinsi.
Orang-orang yang mengisi badan peradilan di seluruh tingkatan bisa diambil dari proses rekruitmen terbuka.
Baca juga: KPU Produksi Surat Suara Pemilu pada Januari 2019
Pramono yakin, banyak orang yang berpengalaman dalam penyelesaian sengketa pemilu, yang bisa ikut menjadi bagian dari badan peradilan khusus pemilu itu.
"Bisa dari macam-macam, buka saja rekruitmen terbuka. Kan pelaku penyelenggara pemilu itu sejak 2004 sampai sekarang kan alumninya udah banyak sekali, yang latar belakangnya hukum juga banyak, dan mereka juga berpengalaman," kata Pramono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.