Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Terima PHK Sepihak, Upaya Apa yang Bisa Ditempuh Pekerja?

Kompas.com - 28/09/2022, 11:11 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi isu yang ramai diperbincangkan beberapa waktu belakangan.

Sejumlah perusahaan ternama melakukan PHK besar-besaran terhadap karyawannya dengan berbagai alasan.

Sedianya, hubungan kerja adalah relasi antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Baca juga: Aturan PHK Karyawan, Benarkah UU Cipta Kerja Mudahkan Pemecatan?

Lantas, bagaimana jika pekerja tak terima dirinya di-PHK? Upaya apa yang bisa ditempuh?

Aturan PHK

Ihwal PHK diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, di antaranya UU Nomor 13 Tahun 2003 yang kini telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja.

PHK juga diatur melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Menurut undang-undang itu, PHK disebut sah ketika perusahaan dan pekerja sama-sama setuju.

Baca juga: Permenaker Baru, Pegawai Resign dan Kena PHK Kini Boleh Cairkan JHT

Pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar, mengatakan, pekerja yang tak terima dirinya di-PHK secara sepihak setidaknya bisa menempuh dua upaya.

Pertama, menyepakati Perjanjian Bersama antara perusahaan dan pekerja. Kedua, mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Meski tak diatur gamblang dalam UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja, kata Timboel, undang-undang mengamanatkan bahwa sahnya PHK hanya apabila perusahaan dan pekerja sudah menyepakati Perjanjian Bersama, atau ada putusan inkrah dari pengadilan.

Selama belum ada Perjanjian Bersama atau putusan PHI yang resmi, PHK perusahaan terhadap karyawan seharusnya belum sah.

"Jadi kalau seseorang dibilang di-PHK, itu belum sah, mau seribu kali diucapkan, mau seribu kali surat keluar, itu nggak sah. Sahnya itu kapan? Ya kalau ada putusan pengadilan atau Perjanjian Bersama," kata Timboel kepada Kompas.com, Selasa (27/9/2022).

Timboel menjelaskan, Perjanjian Bersama hanya melibatkan pihak perusahaan dan pekerja. Melalui mekanisme itu, kedua pihak dapat berunding ihwal pesangon pekerja yang akan di-PHK.

Kesepakatan yang telah dicapai lantas ditandatangani kedua belah pihak untuk selanjutnya didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Selanjutnya, PHI akan mengeluarkan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama, sehingga perjanjian berlaku mengikat dan menjadi hukum yang wajib dilaksanakan seluruh pihak.

"Bukti pendaftaran Perjanjian Bersama ini kekuatan hukumnya sama dengan putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang berkekuatan hukum tetap," jelas Timboel.

Baca juga: Aturan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Jika kedua belah pihak belum menemukan kesepakatan melalui Perjanjian Bersama, maka perselisihan ini dapat dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Selama PHI belum mengeluarkan keputusan, perusahaan tetap harus menjalankan kewajibannya ke pekerja, mulai dari membayarkan upah, jaminan sosial dan kesehatan, hingga tunjangan hari raya (THR).

Dengan adanya mekanisme ini, menurut Timboel, proses PHK perusahaan terhadap pekerja sebenarnya butuh proses panjang.

"Maksudnya, memang ada proses-proses, tapi tentunya tidak otomatis langsung semuanya di tangan pengusaha tidak," ucap dia.

Edukasi kurang

Kendati sejumlah undang-undang telah mengatur decara detail, Timboel mengakui, banyak pekerja yang belum paham soal aturan PHK ini.

Akibatnya, ketika tiba-tiba menerima surat PHK dari perusahaan, pekerja menerimanya begitu saja tanpa mempertanyakan alasan atau besaran pesangon.

Padahal, apabila tak terima, pekerja sangat mungkin mengajukan Perjanjian Bersama, atau bahkan menyelesaikan perkara di Pengadilan Hubungan Industrial.

Jika menyepakati Perjanjian Bersama, pekerja yang terkena PHK akan mendapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari pemerintah. Pekerja juga akan tetap mendapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selama 6 bulan pasca-PHK tanpa membayar iuran.

"Saya berkali-kali bilang, ini memang harus diedukasi," katanya.

Baca juga: Mengenal JKP, Opsi Pemerintah untuk Pekerja yang Di-PHK

Sebaliknya, kata Timboel, ketidaktahuan pekerja ini dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengambil jalan cepat menjatuhkan PHK ke karyawan.

"Jadi, karyawannya tidak teredukasi, perusahaan lebih mudah untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari ketentuan norma ketenagakerjaan," ujarnya.

Oleh karenanya, lanjut Timboel, masih menjadi PR ke depan untuk mengedukasi para pekerja dan mengawasi perusahaan terkait ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com