JAKARTA, KOMPAS.com - Pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi isu yang ramai diperbincangkan beberapa waktu belakangan.
Sejumlah perusahaan ternama melakukan PHK besar-besaran terhadap karyawannya dengan berbagai alasan.
Sedianya, hubungan kerja adalah relasi antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca juga: Aturan PHK Karyawan, Benarkah UU Cipta Kerja Mudahkan Pemecatan?
Lantas, bagaimana jika pekerja tak terima dirinya di-PHK? Upaya apa yang bisa ditempuh?
Ihwal PHK diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, di antaranya UU Nomor 13 Tahun 2003 yang kini telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja.
PHK juga diatur melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Menurut undang-undang itu, PHK disebut sah ketika perusahaan dan pekerja sama-sama setuju.
Baca juga: Permenaker Baru, Pegawai Resign dan Kena PHK Kini Boleh Cairkan JHT
Pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar, mengatakan, pekerja yang tak terima dirinya di-PHK secara sepihak setidaknya bisa menempuh dua upaya.
Pertama, menyepakati Perjanjian Bersama antara perusahaan dan pekerja. Kedua, mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Meski tak diatur gamblang dalam UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja, kata Timboel, undang-undang mengamanatkan bahwa sahnya PHK hanya apabila perusahaan dan pekerja sudah menyepakati Perjanjian Bersama, atau ada putusan inkrah dari pengadilan.
Selama belum ada Perjanjian Bersama atau putusan PHI yang resmi, PHK perusahaan terhadap karyawan seharusnya belum sah.
"Jadi kalau seseorang dibilang di-PHK, itu belum sah, mau seribu kali diucapkan, mau seribu kali surat keluar, itu nggak sah. Sahnya itu kapan? Ya kalau ada putusan pengadilan atau Perjanjian Bersama," kata Timboel kepada Kompas.com, Selasa (27/9/2022).
Timboel menjelaskan, Perjanjian Bersama hanya melibatkan pihak perusahaan dan pekerja. Melalui mekanisme itu, kedua pihak dapat berunding ihwal pesangon pekerja yang akan di-PHK.
Kesepakatan yang telah dicapai lantas ditandatangani kedua belah pihak untuk selanjutnya didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Selanjutnya, PHI akan mengeluarkan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama, sehingga perjanjian berlaku mengikat dan menjadi hukum yang wajib dilaksanakan seluruh pihak.