JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Hakim Agung kamar perdata pada Mahkamah Agung (MA), Sudrajad Dimyati, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA pada Jumat (23/9/2022).
Sudrajad menjadi Hakim Agung pertama yang terjerat kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh KPK. Ia ditetapkan tersangka bersama sembilan orang lainnya, termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA, pengacara, dan pihak swasta.
Sebelum Sudrajat, KPK juga telah menangkap sejumlah hakim yang terlibat tindak pidana korupsi, mulai dari hakim Pengadilan Negeri (PN) sampai Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka yang disebut sebagai wakil Tuhan di muka bumi nyatanya juga tidak lepas dari nafsu memperkaya diri sendiri.
Berikut deretan praktek mafia hukum yang menjerat para hakim:
Dalam kasus itu, kata Firli, penyidik menetapkan Sudrajad dan sejumlah pegawai MA sebagai tersangka dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar di Jakarta, Bekasi, dan Semarang.
"Penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka, SD (Sudrajad Dimyati) hakim Agung pada Mahkamah Agung," ucap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Jumat (23/9/2022) dinihari.
Para pegawai MA yang turut jadi tersangka adalah Panitera Pengganti Mahkamah Agung Elly Tri Pangestu, dua pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta dua PNS MA Albasri dan Nurmanto Akmal.
Baca juga: Kilas Balik Isu Lobi di Toilet DPR Hakim Agung Sudrajad Dimyati 9 Tahun lalu
Sedangkan tersangka dari pihak swasta atau pihak diduga pemberi suap adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Dari pemeriksaan para tersangka setelah OTT, Sudrajad diduga menerima suap supaya membuat putusan kasasi yang menetapkan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.
Yosep dan Eko diduga memberikan uang sebesar 202.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar. Meski demikian, saat OTT, KPK mengamankan uang 205.000 dolar Singapura dan Rp 50 juta. Uang itu diberikan kepada Desi.
Baca juga: Hakim Agung Terjaring OTT, KPK: Ini Sangat Menyedihkan...
Desi kemudian membagi-bagikan uang tersebut untuk sejumlah pihak yang terlibat dalam perkara ini. Desi disebut menerima Rp 250 juta, Muhajir Habibie Rp 850 juta, dan Elly sebesar Rp 100 juta.
“Sudrajad Dimyati menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly,” tutur Firli.
Atas perbuatannya, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan melanggar Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Sudrajad Dimyati, Desi, Elly, Muhajir, Nurmanto, dan Albasri sebagai penerima suap disangka dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Suap penanganan perkara tidak hanya terjadi di MA, KPK menangkap hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaini Hidayat terkait kasus yang sama.
Itong ditangkap KPK dalam OTT di Surabaya pada 19 Januari 2022 bersama panitera pengganti PN Surabaya, Hamdan, dan pengacara PT Soyu Giri Primedika, Hendro Kasiono.
Baca juga: Hakim Itong Diduga Aktif Dekati Pihak Beperkara di PN Surabaya untuk Putus Perkara Sesuai Keinginan
Saat ini perkara hakim Itong dkk masih bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketiga penegak hukum itu dituntut masing-masing 4 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
Jauh sebelum ini, Komisi Antirasuah juga telah menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam operasi tangkap tangan pada 2 Oktober 2013.
Akil kemudian dinyatakan terbukti bersalah menerima hadiah atau janji terkait pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam persidangan di Tipikor Jakarta 30 Juni 2014, majelis hakim menjatuhkan vonis seumur hidup padanya.
Baca juga: Saksi Akil Mochtar Mengaku Diberi Rp 500 Juta Selama di Safe House
Akil dinyatakan menerima sejumlah suap terkait penanganan sengketa Pilkada, yaitu pada sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas senilai Rp 3 miliar, dari Kalimantan Tengah Rp 3 miliar, Pilkada Lebak, Banten Rp 1 miliar, Kota Palembang senilai Rp 3 miliar dan pada Pilkada Empat Lawang sejumlah Rp 10 miliar dan 500.000 dollar Amerika.
Tak berhenti di situ, Akil juga dinyatakan menerima suap terkait sengketa Pilkada di Kabupaten Buton senilai Rp 1 miliar, Kabupaten Pulau Morotai Rp 2,898 miliar, Kabupaten Tapanuli Tengah Rp 1,8 miliar, dan menerima janji pemberian keberatan hasil Pilkada Jawa Timur dengan nilai Rp 10 miliar.
Hakim MK Patrialis Akbar juga ditangkap KPK pada 25 Januari 2017. Kala itu Patrialis diduga menerima suap terkait perkara uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dugaan KPK dinyatakan terbukti oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Hakim ketua perkara tersebut, Nawawi Pomolango yang kini menjabat sebagai salah satu komisioner KPK, menbacakan vonis untuk Patrialis.
Baca juga: Patrialis Akbar Minta Draf Putusan MK Dimusnahkan
Ia dijatuhi pidana penjara 8 tahun, dan denda Rp 300 juta. Patrialis juga dijatuhi pidana pengganti sesuai dengan jumlah uang suap yang diterimanya senilai 10.000 dollar Amerika dan Rp 4.043.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.