Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Dalih Efisiensi dalam Pileg Proporsional Tertutup, Puskapol UI: Demokrasi Memang Mahal

Kompas.com - 23/09/2022, 15:52 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mengkritik dalih efisiensi di balik mengemukanya kembali wacana pemilihan legislatif (pileg) dengan sistem proporsional tertutup.

Wacana ini kembali mengemuka setelah Badan Pengkajian MPR RI bertemu dengan jajaran komisioner KPU RI pada Rabu (21/9/2022).

Direktur Eksekutif Puskapol UI Hurriyah menganggap argumen soal efisiensi ini sebagai "argumen malas" dan "jalan pintas" atas permasalahan yang rumit.

"Argumen utamanya efisiensi anggaran, efisiensi kerja enggak juga. Kalau yang dikejar hanya efisiensi, saya mau bilang gini, pemerintahan yang paling efisien adalah yang paling otoriter karena jalurnya tidak panjang," kata Hurriyah kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).

Baca juga: MPR Sebut Wacana Pilkada Asimetris dan Pileg Proporsional Tertutup Tidak untuk 2024

"Tapi demokrasi kan tidak bicara melulu soal efisiensi. Esensi demokrasi adalah rakyat punya daulat, di mana masyarakat punya kuasa memilih representasinya secara langsung," jelasnya.

Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg pilihannya untuk duduk di parlemen. Sementara itu, dalam sistem tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik, untuk berikutnya partai yang memilihkan kadernya duduk di parlemen.


Hurriyah menambahkan, demokrasi tidak bicara soal efisien atau tidak efisien.

Dibandingkan sistem pemerintahan lain, demokrasi justru mungkin menjadi sistem yang paling tidak efisien.

Baca juga: MPR dan KPU Godok Opsi Pileg Proporsional Tertutup, Pemilih Hanya Coblos Parpol

"Demokrasi memang mahal, tetapi demokrasi terbukti menjadi sistem yang terbaik di antara pilihan yang buruk," ujarnya.

"Kalau diurutkan, yang paling efisien ya (sistem) totaliter, lalu otoriter, baru kemudian demokrasi," ia melanjutkan.

Dalam kunjungannya ke KPU RI, Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Syaiful Hidayat mengaku menerima usulan dari Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari agar berani memikirkan peluang diterapkannya sistem pemilihan tertutup.

Baca juga: Godok Opsi Proporsional Tertutup dalam Pileg, Ini Alasan MPR

Dalam pembahasan kedua belah pihak, isu efisiensi jadi salah satu isu yang dibahas, selain anggapan bahwa sistem tertutup dapat menekan politik berbiaya tinggi dalam kampanye para caleg.

"Untuk mencetak kartu suara, formatnya lebih mudah bagu KPU (karena tanpa nama calon)," lanjut Djarot di kantor KPU RI, Rabu.

"Kami juga amat terkejut dengan sistem seperti ini, maka format suaranya KPU akan mencetak ada 2.593 model jenis berbeda-beda. Bayangkan, apa enggak pusing dengan waktu yang sangat singkat, di seluruh dapil," tambahnya.

Baca juga: Perbedaan Pemilu Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup

KPU RI memang dihadapkan pada tantangan yang cukup berat terkait surat suara sejak diberlakukannya pemilu serentak.

Pada Pemilu 2019 saja, pemilih mendapatkan lima surat suara sekaligus untuk pemilu presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Kelimanya memiliki desain dan cara pemberian suara yang berlainan.

Surat suara pemilu presiden dan pemilu DPD berisikan foto, nomor urut, dan nama kandidat, lalu penilih mencoblos kotak yang berisikan informasi kandidat tersebut.

Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Pemilu Sistem Proporsional

Sementara itu, surat suara pemilu DPR dan DPRD memuat simbol dan nomor urut partai politik serta nama-nama caleg dengan jumlah yang berbeda-beda sesuai dengan jumlah alokasi kursi di setiap daerah pemilihan.

Pemilih dapat mencoblos logo partai atau nama-nama calon yang tertera.

Rumitnya surat suara dan metode pemberian suara ini dianggap berbanding lurus dengan jumlah suara tidak sah pada Pemilu 2019, meski tingginya suara tidak sah juga mungkin dipengaruhi kurangnya informasi atau aspirasi untuk abstain/golput.

Berdasarkan data KPU pada saat penetapan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pemilu 2019, surat suara tidak sah pemilu presiden hanya 2,37 persen atau 3.754.905 suara.

Suara tidak sah untuk pemilu DPR 4 kali lipat lebih tinggi, yakni 17.503.953, begitu pula DPD yang mencapai 29.710.175.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com