Lantas Kejaksaan Agung (Kejagung) mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas putusan MA terhadap Pollycarpus.
Pada 26 Juli 2007, MA mengabulkan PK yang diajukan Kejagung dan menjatuhkan hukuman penjara 20 tahun kepada Pollycarpus. Pollycarpus kemudian mengajukan PK atas putusan itu.
Pollycarpus kemudian bebas bersyarat pada 13 November 2014 setelah menjalani 8 tahun masa hukuman. Dia bebas murni pada 29 Agustus 2018.
Pollycarpus meninggal pada 17 Oktober 2020 di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, akibat infeksi Covid-19.
Dalam kasus pembunuhan Munir, pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan.
Baca juga: KontraS: Pengungkapan Hacker Bjorka Terhadap Kasus Pembunuhan Munir Baru Seujung Kuku
Dia disebut terbukti berperan menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.
Caranya dengan membuat surat perintah perjalanan yang menyatakan Pollycarpus sebagai staf perbantuan perusahaan atau petugas keamanan penerbangan (aviation security) dalam pesawat yang ditumpangi Munir.
Menurut Indra, dia membuatkan surat penugasan itu karena Pollycarpus mendatanginya pada Juuni atau Juli 2004 di Restoran Bengawan Solo, Hotel Sahid, Jakarta.
Dalam pertemuan itu menurut Indra, Pollycarpus menunjukkan surat perintah dari BIN yang diteken oleh Wakil Kepala BIN saat itu As'ad Said Ali.
Isi surat itu menyatakan meminta Pollycarpus ditugaskan sebagai petugas keamanan dengan alasan PT Garuda Indonesia adalah perusahaan vital dan strategis sehingga keamanannya perlu ditingkatkan.
Di sisi lain, sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi BIN dalam pembunuhan ini.
Baca juga: Rilis Buku Mencintai Munir, Suciwati: untuk Merawat Ingatan Penegakan HAM
Sebab, Pollycarpus disebut-sebut merupakan agen non-organik BIN yang direkrut oleh Muchdi Pr.
Menurut Ketua TPF Munir Marsudhi Hanafi, saat itu Hendropriyono menjadi salah satu orang yang dianggap patut diperiksa.
Sebab, kasus pembunuhan Munir diduga melibatkan sejumlah anggota BIN dan Hendropriyono sebagai pimpinan tertinggi dianggap mengetahui hal itu.
Akan tetapi, kata Marsudhi, keterlibatan Hendropriyono dalam kasus pembunuhan Munir tidak terbukti.
Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang diputus bersalah oleh pengadilan dalam kasus Munir.
Pada 13 Desember 2008, Muchdi Pr yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.
Baca juga: Soal Kasus Munir yang Diungkap Hacker Bjorka, Komnas HAM: Kami Bergerak dari Fakta
Selain itu, hal yang juga menjadi persoalan besar adalah keberadaan dokumen hasil penyelidikan TPF Munir tidak diketahui sampai saat ini.
Padahal menurut TPF, mereka sudah menyerahkan langsung salinan dokumen penyelidikan itu ke tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 24 Juni 2005 di Istana Negara, tanpa melalui Sekretariat Negara.
Hal itu dibenarkan oleh mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra.