Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Ringan Edy Mulyadi dalam Kasus IKN "Tempat Jin Buang Anak" yang Berujung Ricuh

Kompas.com - 13/09/2022, 07:21 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 7 bulan dan 15 hari penjara kepada pegiat media sosial, Edy Mulyadi terkait celotehannya mengenai pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).

Majelis hakim berpendapat, celotehan Edy yang menyebutkan bahwa IKN merupakan “tempat jin buang anak” dapat meresahkan masyarakat.

"Perbuatan terdakwa dapat meresahkan masyarakat," kata hakim ketua Adeng AK dalam sidang di PN Jakarta Pusat, Senin (12/9/2022).

Baca juga: Sidang Edy Mulyadi Diwarnai Kericuhan, Masyarakat Adat Dayak Tak Terima Putusan Hakim

Putusan majelis hakim ini lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang menuntut Edy divonis 4 tahun penjara.

Dalam pertimbangannya, hakim mengungkapkan hal yang meringankan terhadap Edy salah satunya yakni telah bersikap sopan selama menjalani persidangan.

Mejelis juga menilai, sebagai terdakwa telah berterus terang menjelaskan perkara yang menjeratnya sehingga memperlancar jalannya persidangan.

"Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum," ucap hakim saat membacakan hal-hal yang meringankan.

Baca juga: Vonis Lebih Ringan, Hakim: Perbuatan Edy Mulyadi Dapat Meresahkan Masyarakat

Dalam kasus ini, Edy Mulyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.

Menurut hakim, Edy terbukti membuat kabar angin atau kabar yang tidak pasti terkait pernyataan “tempat jin buang anak” yang disebutkan dalam akun YouTube miliknya.

Hakim berpendapat, tuntutan jaksa yang menilai celotehan Edy telah menimbulkan keonaran di masyarakat dalam bentuk penyebaran berita bohong atau hoaks, tidak terbukti.

Sidang dengan agenda putusan yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap pegiat media sosial, Edy Mulyadi diwarnai kericuhan.  Sejumlah masyarakat Kalimantan yang tergabung dalam Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) tidak terima dengan putusan majelis hakim.KOMPAS.com / IRFAN KAMIL Sidang dengan agenda putusan yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap pegiat media sosial, Edy Mulyadi diwarnai kericuhan. Sejumlah masyarakat Kalimantan yang tergabung dalam Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) tidak terima dengan putusan majelis hakim.

Kemudian, Majelis Hakim dalam putusannya juga memerintah jaksa untuk segera mengeluarkan Edy dari rumah tahanan.

Pasalnya, pidana yang dijatuhkan terhadap pegiat media sosial itu telah sama dengan masa penangkapan atau penahanan.

"Oleh karena masa pidana yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa sama dengan masa penangkapan atau penahanan yang telah dijalani terdakwa maka perlu diperintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan," kata hakim.

Menanggapi putusan tersebut, JPU menyatakan pikir-pikir sebelum menentukan apakah akan ajukan banding atau tidak.

Baca juga: Edy Mulyadi Didakwa Sebarkan Berita Bohong yang Timbulkan Keonaran Masyarakat

Ricuh ketika dibacakan putusan

Sementara itu, sidang sempat diwarnai kericuhan saat sejumlah masyarakat Kalimantan yang tergabung dalam Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) tidak terima dengan putusan majelis hakim.

Massa yang hadir dalam persidangan itu memprotes putusan hakim yang memerintahkan Edy untuk segera dikeluarkan dari tahanan.

"Putusan hakim tidak adil," teriak salah seorang massa saat hakim ketua membacakan putusan.

Baca juga: Jalani Sidang Perdana Kasus Ujaran Kebencian, Edy Mulyadi: Saya Minta Maaf...

Teriakan satu orang itu pun disambut oleh orang lainnya yang hadir dalam persidangan. Hampir sebagian massa yang ada dalam persidangan meneriaki hakim tidak adil.

"Hakim tidak adil," sahut massa lainnya yang ada dalam persidangan.

Aparat kepolisian yang berjaga kemudian menghampiri massa dan meminta untuk tidak berteriak dan mengganggu jalannya persidangan.

"Kami minta jaksa banding," teriak massa saat hakim menutup sidang.

Jaksa disebut bakal keluarkan Edy dari tahanan

Kuasa Hukum Edy, Ahmad Yani meyakini bahwa jaksa bakal segera mengeluarkan kliennya dari rumah tahanan usai adanya perintah dari mejelis hakim.

Menurut dia, seluruh pihak harus menghormati apapun keputusan yang telah dijatuhkan majelis hakim di muka persidangan.

"Ini kan sudah perintah hakim, kalau sudah perintah hakim tidak ada satu katapun, tidak ada satu hal yang merintangi," ujar Ahmad Yani ditemui usai persidangan.

Baca juga: Jalani Sidang Perdana Kasus Ujaran Kebencian, Edy Mulyadi Berharap Dapat Keadilan

"Maka, wajib seluruh aparatur hukum tunduk kepada perintah hakim, harus melepaskan atau membebaskan Edy Mulyadi," katanya lagi.

Yani berpendapat, jaksa wajib membebaskan Edy Mulyadi dari tahanan apapun langkah hukum yang bakal diambil nantinya.

Menurut dia, Edy tetap harus dibebaskan meskipun penuntut umum nantinya akan mengajukan banding atas putusan tersebut.

"Kan sudah pertimbangan majelis hakim. Artinya, hakim menghukum sesuai dengan masa tahanan, dan 7 bulan 15 hari itu jatuhnya hari ini. Maka pada hari ini Edy Mulyadi harus segera dilepaskan dari rumah tahanan," katanya.

"Walaupun jaksa tidak menerima atau akan mengajukan banding, tapi terhadap Edy Mulyadi demi hukum harus dilepas," ujar Ahmad Yani melanjutkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com